JURUS JOKOWI DALAM MENGHADAPI KRISIS ROHINGYA

loading...


JURUS JOKOWI DALAM MENGHADAPI KRISIS 
ROHINGYA





Krisis Rohingya menjadi sebuah topik hangat dan panas bagi kubu sumbu pendek. Mereka yang memang suka menggoreng isu-isu begini dengan sangat cepatnya merembet kemana-mana. Mulai dari singgung sikap umat buddha di Indonesia sampai usir Dubes Myanmar.

Tindakan-tindakan seperti ini memang wajar muncul dari otak mereka karena sumbunya pendek, padahal kalau mau dipanjangin 1 cm saja, maka meeka bisa berpikir lebih panjang sedikit. Atau setidaknya berhenti mengeluarkan pernyataan kontrovesial dan lihat bagaimana langkah bijak pemerintah.

Mengapa saya harus katakan langkah bijak?? Karena masalah krisis Rohingya tidak boleh gegabah Indonesia masuk dan mengeluarkan pernyataan macam-macam. Beda dengan Presiden Turki Erdogan yang menyebut dunia buta dan tuli terhadap muslim Rohingya, Presiden Jokowi betindak dalam senyap.

Presiden Jokowi paham betul bahwa krisis Rohingya ini harus benar-benar diatasi dengan bijak dan tidak gegabah. Isu agama tidaklah boleh dijadikan hal utama, melainkan kemanusiaan. Itulah mengapa dalam keterangan presnya, Menteri Luar Negeri Retnno LP Marsudi, menyebut hal ini adalah krisis kemanusiaan di Rakhine State.

Menlu Retno memang menjadi perpanjangan tangan Presiden Jokowi bertindak dalam senyap tadi. Menlu Retno dengan sigap langsung berdiskusi dengan Sekjen PBB, Antonio Guterres. Dalam pembicaraan tersebut, Sekjen PBB, Guterres mendukung ketlibatan Indonesia dalam krisis Rohingya.

Sebelumnya, Menlu Retno memang dihubungi oleh mantan Sekjen PBB Kofi Annan untuk mengimplementasikan hasil laporan soal Rohingya dari Annan Advisery Commission. Kofi Annan itu sekarang jadi Chair of Advisory Commission on Rakhine State. Komisi ini dipercaya oleh pemerintah Myanmar.

Jadi, kalau ada yang mengatakan bahwa Presiden Jokowi tidak bertindak dalam krisis Rohingya itu adalah tuduhan yang keliru. Presiden Jokowi tidak pernah menjadi orang one man show. Dia selalu melibatkan para menterinya untuk melakukan tindakan dalam setiap isu-isu penting.

Walau tidak sekeren Presiden Erdogan yang bertindak langsung sendiri, tetapi tindakan Presiden Jokowi lenig efektif. Karena langsung menyuruh Menlu Retno bertindak aktif dan fokus dalam penyelesaian konflik tersebut. Apalagi dalam krisis ini, Indonesia memang menjadi pihak yang akan diminta peran aktifnya.

Jadi, sangatlah aneh kalau pada akhirnya tindakan-tindakan reaktif dan tidak berguna bahkan menimbulkan konflik-konflik baru dilakukan. Menyindir umat Buddha di Indonesia terkait krisis Rohingya seakan-akan umat Buddha tidak peduli adalah pernyataan dan kesimpulan yang keliru. Apalagi kalau sampai menilai setiap orang yang tidak buat pernyataan #SaveRohingya adalah mereka yang tidak peduli.

Dan kelakuan para sumbu pendek ini bukan hanya dipertanyakan secara pribadi kepada saya dalam sebuah perdebatan di dunia twitter tetapi bahkan juga kepada Gus Mus. Gus Mus juga kena sindir di akun twitternya gara-gara tidak ada satu pun mengeluarkan pernyataan mengenai krisi Rohingya.

Mirzanimuh‏ @Mirzanimuh1

Gus kok nggak ada keprihatinan kpd Sodara muslim Rohingya? Apa itu tidak menghidupkan kemanusiaanmu Gus?

Kalki Avatar‏ @shahfahrulrozi

Ga ada sedikitpun di tweet nya membela rohingya, anda gmn @gusmusgusmu#saverohingya

Menyedihkan memang kalau melihat kelakuan para sumbu pendek dan pentol korek ini. Bisa-bisanya menilai kepribadian orang hanya dari cuitannya. Menilai seseorang tidak peduli Rohingya hanya karena tidak ada di tweetnya menyinggung tentang Rohingya.

Lalu apakah dengan demo usir Dubes Myanmar akan menjadi sebuah tindakan kepedulian yang paling benar?? Apakah kalau menyebut #SaveRohingya membuktikan kita peduli dengan krisis Rohingya?? Begitu mudahnya sekarang memang menjadi peduli hanya dengan sebuah pernyataan dan aksi demo.

Jangan tanyakan apakah saya peduli dengan krisis Rohingya atau tidak, karena jujur saja, kalau kita begitu silau dan peduli dengan apa yang terjadi di Myanmar sana dan tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi di Indonesia ini dimana kaum minoritasnya pun tertekan dan sulit beribadah, maka jangan pernah tanya tentang Rohingya pada saya.

Indonesia terlalu banyak isu seperti Rohingya dimana kita harusnya lebih keras bersuara. Masalah pembangunan Gereja di Cilegon, dan juga masalah Ahmadiyah yang terlntar hingga sekarang di negeri ini. Apakah kita bungkam dan diam serta merasa lebih pantas peduli dengan krisis Rohingya?? Itu sama saja namanya kuman di mata orang bisa kita lihat tetapi gajah di pelupuk mata sendiri tidak. Menyedihkan.

Salam Krisis Rohingya.



loading...

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.