Manusia “Korup Setengah Dewa” Itu Bernama Setnov

loading...



Ketua DPR Setya Novanto hingga kini masih dilaporkan menjalani perawatan di RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur. Foto Novanto sedang terbaring lemah beredar. Dalam foto yang diterima Detik.com, Rabu (27/9/2017), Novanto terlihat sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Novanto terlihat mengenakan kaos putih. Setengah tubuhnya tertutup selimut coklat. Alat bantu pernapasan terpasang di wajahnya. IST

Maaf judulnya nyeleneh. Berita menangnya Setya Novanto pada sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) jadi tranding topik sejagat maya. Bahkan siaran berita televisipun jadi ikut membahas sidang praperadilan Setnov. Setnov memang luar biasa kalau soal hal satu ini. Tapi tak kalah menariknya, sosial media juga dibanjiri kalimat-kalimat menggelitik dari warganet.


“Setannya Belut akhirnya LOLOS lagi!!! Manusia Setengah Dewa Ya… SETYA NOVANTO”. Setidaknya dua kalimat itu sudah menghiasi halaman sosial media warganet. Pro-kontra atas putusan praperadilan Setnov yang “melawan” Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini sudah jadi gambaran penegakan hukum di Negeri ini.

Saat dipanggil KPK untuk tindak lanjut pemeriksaan Setnov sebagai tersangka dalam kasus E-KTP, mendadak Setnov sakit jantung. Bahkan Novanto saat ini tengah menjalani perawatan medis di RS Premier, Jatinegara, Jaktim.

Sebuah foto Setnov saat dirawat di rumah sakit itu, jadi perbincangan hangat dijagat maya. “Ngeramein RS yang menelantarkan bayi Debora karena uang muka kurang, sy setuju. Tapi bukankah kita harus ngeramein juga RS yang menampung SN? Fotonya beredar dan sudah banyak orang menilai itu kabel-kabel monitor bohong belaka. Bisakah RS yang mendukung pembohongan publik seorang koruptor diberi sanksi juga? Pemikiran selintas aja sih, sambil makan baso setelah senam. Senam? Err,” tulis seorang warganet asal Bandung.


Seperti dilansir Detik.com, peralatan rumah sakit terlihat lengkap terpasang, termasuk elektrokardiograf. Anggota F-Golkar DPR Endang Srikarti Handayani ada di samping Novanto, sedang menjenguk.

Novanto melapor ke KPK sedang sakit dan tidak bisa menghadiri panggilan pada 11 September 2017 lalu. Ketum Golkar itu menjalani keteterasi jantung.

KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka keempat dalam pusaran kasus e-KTP. Ia diduga berperan dalam proses perencanaan, pembahasan anggaran, hingga pengadaan barang dan jasa melalui tersangka lain, Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Saat proyek bergulir, Novanto menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR. Megaproyek pengadaan e-KTP disebut merugikan negara Rp 2,3 triliun dari total nilai proyek sekitar Rp 5,9 triliun.


Namun Novanto sebelumnya pernah membantah menerima aliran dana dari kasus korupsi e-KTP menyusul penetapannya sebagai tersangka. Novanto mengatakan sudah ada bantahan dari tersangka yang menyebut dia tidak menerima aliran dana tersebut.

Ketua DPR Setya Novanto hingga kini masih dilaporkan menjalani perawatan di RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur. Foto Novanto sedang terbaring lemah beredar. Dalam foto yang diterima Detik.com, Rabu (27/9/2017), Novanto terlihat sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Novanto terlihat mengenakan kaos putih. Setengah tubuhnya tertutup selimut coklat. Alat bantu pernapasan terpasang di wajahnya.

Menang

Menangnya Setnov pada sidang Praperadilan, menjadikan status tersangka oleh KPK dinyatakan tak sah. Hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan permohonan praperadilan Setya Novanto. Status tersangka yang disandang Novanto di KPK pun digugurkan.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ucap hakim Cepi membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017), Detik.com.

Cepi menilai penetapan tersangka harus dilakukan pada akhir tahap penyidikan suatu perkara. Hal itu harus dilakukan untuk menjaga harkat dan martabat seseorang.

“Menimbang bahwa dari hal-hal tersebut, hakim berpendapat bahwa proses penetapan tersangka di akhir penyidikan, maka hak-hak tersangka bisa dilindungi,” ucap Cepi.

Cepi pun menyebut surat perintah penyidikan dengan nomor Sprin.Dik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017 tidak sah. Selain itu, Cepi mengatakan bukti yang digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.

“Menimbang setelah diperiksa bukti-bukti merupakan hasil pengembangan dari perkara orang lain, yaitu Irman dan Sugiharto,” ucap Cepi.

Status tersangka Setya Novanto dinyatakan hakim tidak sah. Putusan praperadilan ini dinilai sesuai dengan fakta persidangan. “Sudah sesuai dengan fakta persidangan,” kata pengacara Novanto, Ketut Mulya Arsana, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jaksel, Jumat.

Ketut Mulya mengatakan pertimbangan hakim tunggal Cepi Iskandar soal barang bukti terkait perkara sudah tepat. Hakim menyebut barang bukti dalam perkara Novanto tidak boleh berasal dari perkara lain. “Kalau dari alat bukti iya, karena mempergunakan alat bukti orang lain tidak tepat,” sambungnya.

Atas putusan praperadilan, pihak pengacara akan menemui pihak keluarga Novanto. Novanto saat ini tengah menjalani perawatan medis di RS Premier, Jatinegara, Jaktim.

KPK menghormati putusan praperadilan atas gugatan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto atas status tersangka dugaan korupsi e-KTP. KPK akan mempelajari pertimbangan hakim atas putusan yang menyatakan status tersangka tidak sah.

“Putusan praperadilan harus kita hormati. Kita menunggu salinan putusan, kita pelajari pertimbangan-pertimbangan hakim apa pertimbangannya sehingga dikabulkan,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Jejak Kasus Setnov

Dalam pencarian di google, ternyata berita kasus dugaan korupsi yang melibatkan Setnov jadi perhatian warganet. Setelah mencermati fakta persidangan dua terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka.

Itulah yang dikatakan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di kantornya, Senin (17/7/2017) lalu. Agus melanjutkan, KPK menetapkan SN, anggota DPR, sebagai tersangka.

SN melalui AA (Andi) diduga mengkondisikan peserta dan pemenang tender e-KTP. Mereka memiliki peran, baik dalam proses perencanaan, pembahasan anggaran, dan proses pengadaan barang dan jasa.

Korupsi e-KTP sudah direncanakan sejak proses perencanaan pada tahap anggaran dan pengadaan barang dan jasa. Ini berarti Novanto diduga melanggar Pasal 3 atau 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab UU Hukum Pidana. Pasal-pasal tersebut mengatur tindakan penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi, secara bersama-sama dan melawan hukum.

Sebetulnya, nama Novanto bukanlah kali pertama ini diduga terlibat dalam kasus hukum. Laki-laki kelahiran 12 November 1955 tersebut telah berurusan dengan aparat hukum sejak tahun 1999 dalam, setidaknya, lima kasus berbeda.

Cassie Bank Bali (1999)

Pada perkara ini, Setya Novanto berperan mengalihkan hak piutang (Cassie) Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Kasus ini terkuak setelah Bank Bali mentransfer uang senilai Rp 500 miliar kepada PT Era Giat Prima, perusahaan milik Setya bersama rekannya Djoko S. Tjandra dan Cahyadi Kumala.

Akibat kasus ini negara dirugikan Rp 904,64 miliar. Kasus berhenti bersamaan dengan terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari kejaksaan pada 18 Juni 2003.

Kasus Penyelundupan Beras Vietnam (2003)

Setya Novanto bersama rekannya di Partai Golkar, Idrus Marham, dengan sengaja memindahkan 60 ribu ton beras dari gudang pabean ke gudang nonpabean. Padahal bea masuk dan pajak seluruh beras yang diimpor oleh Induk Koperasi Unit Desa (INKUD) itu belumlah dibayarkan.

Kecurangan ini berakibat pada kerugian negara sebesar Rp 122,5 miliar. Setya Novanto hanya diperiksa sebanyak satu kali yakni pada 27 Juli 2006.

Pada tahun 2006 lebih dari 1000 ton limbah beracun mendarat di Pulau Galang. Limbah yang disamarkan sebagai pupuk organik itu mengandung tiga zat radio aktif berbahaya, yakni: Thorium 228, Radium 226, dan Radium 228.

Setnov diketahui sebagai orang dibelakang skandal penyelundupan itu. Ia merupakan pemilik PT Asia Pasific Eco Lestari (APEL), perusahaan pengimpor limbah-limbah berbahaya asal Singapura tersebut.

Kala itu, Muhammad Nazarudin, mantan bendahara Partai Demokrat, menyebut Setnov terlibat dalam korupsi pembangunan lapangan tembak Pon Riau 2012. Setnov disebut mengatur aliran dana ke anggota Komisi Olahraga DPR. Dana ini digunakan untuk memuluskan pencairan APBN.

Setnov hanya diperiksa sebatas saksi dengan tersangka utama mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal. Ia membantah semua tuduhan dan berhasil melenggang keluar dari pusaran kasus.

Papa Minta Saham (2015)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said melaporkan Setnov ke Majelis Kehormatan Dewan DPR. Ia dituduh telah mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta imbalan saham guna memuluskan perpanjangan kontral PT Freeport Indonesia. Kasus tersebut hingga kini belum selesai dan masih ditangani oleh Kejaksaan Agung.



Lika-liku Setnov

Sebelum kasus e-KTP mencuat, Novanto sudah beberapa kali dikaitkan dengan kasus hukum di KPK. Namanya tercatat beberakali diperiksa sebagai saksi dalam kasus-kasus korupsi. Setidaknya, ada tiga kasus yang membuat Novanto kerap diperiksa sebagai saksi oleh lembaga anti-rasuah itu. Novanto sempat dikaitkan dengan kasus suap PON Riau, kasus suap Akil Mochtar, hingga korupsi e-KTP.
Kasus PON Riau

Di dalam kasus suap PON Riau, KPK mendalami keterlibatan Novanto dengan menggeledah ruangan Setya di lantai 12 Gedung DPR. Penggeledahan itu adalah upaya mengembangkan kasus yang sudah menjerat mantan Gubernur Riau Rusli Zainal, yang juga politikus Partai Golkar.

Terkait kasus ini, Setya membantah keterlibatannya. Dia juga membantah pernah menerima proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON Riau atau memerintahkan pihak Dinas Pemuda dan Olahraga Riau (Dispora Riau) untuk menyerahkan uang suap agar anggaran turun.
Kasus suap di MK

Pada kasus Akil Mochtar, Novanto pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah yang bergulir di Mahkamah Konstitusi. Kasus ini menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar yang juga mantan politikus Partai Golkar.

Nama Novanto sempat disebut dalam rekaman pembicaraan antara Akil Mochtar dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Zainuddin Amali. Pesan BBM tersebut berisi permintaan uang Rp 10 miliar dari Akil kepada Zainuddin.

“Ya cepatlah, pusing saya menghadapi sekjenmu itu, kita dikibulin melulu aja. Katanya yang biayai Nov sama Nirwan B? menurut sekjenmu, krna (karena) ada kepentingan bisnis disana. Jd (jadi) sama aku kecil2 aja, wah.. gak mau saya saya bilang besok atw (atau) lusa saya batalin tuh hasil pilkada Jatim. Emangnya aku anggota fpg (Fraksi Golkar di DPR)?” demikian bunyi pesan BBM yang dikirimkan Akil.

Saat dikonfirmasi mengenai pesan BBM ini, Novanto membantah adanya permintaan uang dari Akil. Dia mengaku telah melarang Zainuddin mengurus masalah Pilkada Jatim. Dia juga mengakui bahwa hubungan Akil dengan Golkar tidak baik karena banyak perkara sengketa pilkada di MK yang tidak dimenangi Golkar.
Kasus Korupsi e-KTP

Sementara itu, dalam kasus terakhir, Novanto disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri.

Terkait proyek e-KTP, Novanto membantah terlibat, apalagi membagi-bagikan fee. Dia mengaku tidak tahu-menahu soal proyek e-KTP. Namun, menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

“SN melalui AA diduga memiliki peran mengatur perencanaan dan pembahasan anggaran DPR, dan pengadaan barang dan jasa,” ujar Agus.

Tak hanya itu, menurut Agus, Novanto melalui pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong juga ikut mengondisikan perusahaan yang menjadi pemenang lelang proyek e-KTP. Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan oleh konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI).

Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra. Adapun proses penentuan pemenang lelang itu dikoordinasikan oleh Andi Narogong.


Dari sejumlah kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Setnov, ternyata satupun tak mampu untuk menggiringya ke balik jeruji besi dan memakai rompi orange. Bahkan Manusia “Korup” Setengah Dewa Itu Sangat Licin, Lebih Licin dari Seekor Belut dalam lumpur. Tapi Hanya “Mautlah” yang bisa menjeratnya. (Dikutip dari Berbagai Sumber). *



loading...

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.