Pak MUI dan FPI, Ketupat Itu Haram?
Seperti sarung, kopiah, peci putih, bedug takbiran, dan KETUPAT. Justru lestari dan dianggap sah. Artinya dalam hal ini tampak jelas “diskriminasi” dan sektarianisme agama dalam hidup bernegara yang punya keyakinan dalam ketuhanan lebih dari satu.
Ketupat. Ketupat justru ada sejak pra-islam di negeri ini. Yaitu lahir ditangan golongan keyakinan saudara-saudara hindu. Dimana ketupat itu sudah ada jauh sebelum Islam ada di negeri ini. Lalu kemudian berkembang berganti lepat dan populer sejak masa sunan kalijaga. Kemudian lihatlah ketika tradisi bali menggunakan janur dan biasanya digunakan pada ketupat.
Jika “atribut natal” seperti pakaian sinterklas dan pohon natal itu tampak dimata. Lah kalau ketupat gimana? Selain tampak dimata juga dimakan (menyatu dengan diri). Sementara ketupat sendiri tidak lahir dari tradisi muslim, berarti jika muslim menggunakan gambar ketupat dan menyantapnya saat hari besar keagamaan juga harus di sweeping. Karena ketupat itu sudah ada sejak zaman pra-islam nusantara, sama saja muslim berarti menyerupai saudara golongan Hindu, dimana asal muasalnya merupakan tradisi nusantara yang berasal dari golongan hindu.
So, sadar konteks itu memang perlu. Umat islam mending sadar kelas ketimbang tidak menyadari diri. Bagaimana mungkin kemudian merasa semua adalah kebenaran dalam sebuah theis, termasuk “atribut natal” dikoarkan haram dan di sweeping, sementara ketupat diagungkan.
Aduhai bangsa ini, soal atribut ribut.
Ketupat. Ketupat justru ada sejak pra-islam di negeri ini. Yaitu lahir ditangan golongan keyakinan saudara-saudara hindu. Dimana ketupat itu sudah ada jauh sebelum Islam ada di negeri ini. Lalu kemudian berkembang berganti lepat dan populer sejak masa sunan kalijaga. Kemudian lihatlah ketika tradisi bali menggunakan janur dan biasanya digunakan pada ketupat.
Jika “atribut natal” seperti pakaian sinterklas dan pohon natal itu tampak dimata. Lah kalau ketupat gimana? Selain tampak dimata juga dimakan (menyatu dengan diri). Sementara ketupat sendiri tidak lahir dari tradisi muslim, berarti jika muslim menggunakan gambar ketupat dan menyantapnya saat hari besar keagamaan juga harus di sweeping. Karena ketupat itu sudah ada sejak zaman pra-islam nusantara, sama saja muslim berarti menyerupai saudara golongan Hindu, dimana asal muasalnya merupakan tradisi nusantara yang berasal dari golongan hindu.
So, sadar konteks itu memang perlu. Umat islam mending sadar kelas ketimbang tidak menyadari diri. Bagaimana mungkin kemudian merasa semua adalah kebenaran dalam sebuah theis, termasuk “atribut natal” dikoarkan haram dan di sweeping, sementara ketupat diagungkan.
Aduhai bangsa ini, soal atribut ribut.
loading...
Disisi lain pada manusia kontemporer, seperti pengajian-pengajian yang dilakukan golongan kelas menengah urban tampak seperti mendapatkan kenyamanan yang berkaitan dengan kemerosotan nilai-nilai moral. Dan saat moment demikian bermunculan para habib, aa, ustadz-ustadz yang menjadi idola dan mengalahkan otoritas kyai-kyai lama ataupun ulama-ulama tua yang studinya mempuni dibidang keagamaan serta mewajibkan untuk senantiasa bersatu dalam konteks bernegara, ulama-ulama semacam ini dianggap bid’ah dan pengecut bahkan dibilang “ndasmu”. Dan masyarakat kontemporer yang kian malas lebih menyukai ustadz-ustadz idola televisi. Termasuk saling mengkafiri ataupun meributkan atribut.
Jika “atribut natal” di sweeping segala dengan sedemikian rupa, berarti ketupat pun “haram”.
Salam atribut ribut.
Jika “atribut natal” di sweeping segala dengan sedemikian rupa, berarti ketupat pun “haram”.
Salam atribut ribut.
loading...
Tidak ada komentar: