Anak Fandi Sutadi, politikus Partai Gerindra terbukti menyalahgunakan narkoba

loading...

Dua pemuda bernama Galih Wira Bumi dan Bramantyo Dwi Arubowo hanya perlu menjalani rehabilitasi medis dan sosial meski terbukti menyalahgunakan narkoba.

Padahal, jaksa penuntut umum (JPU) menuntutnya dengan hukuman enam tahun penjara.

Dalam sidang di Ruang Kartika II Pengadilan Negeri Surabaya kemarin, majelis hakim yang diketuai Sigit Sutriono tidak setuju dengan tuntutan jaksa.

Majelis hakim justru sependapat dengan kuasa hukum dua terdakwa.

Keduanya pun divonis hukuman 16 bulan rehabilitasi.

"Untuk sisa pidana dua terdakwa, wajib dilakukan rehabilitasi secara medis dan sosial. Untuk itu, harus dikeluarkan dari tahanan segera," kata Sigit saat membacakan amar putusan.

Hakim menyatakan bahwa dua terdakwa terbukti menyalahgunakan narkoba.

Namun, lantaran ada rekomendasi dari BNNP Jatim dan dokter Mochammad Arifin, hakim harus mempertimbangkan pasal 127 ayat 2 dan 3 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

''Selain itu, ada pasal 54 yang mengharuskan terdakwa pecandu narkoba direhabilitasi secara medis dan sosial di RSUD dr Soetomo,'' ucap Sigit.

Menurut Sigit, rekomendasi dari dokter Arifin sudah dikeluarkan jauh sebelum Galih dan Bramantyo ditangkap.

Namun, karena membandel, keduanya tidak pernah menjalaninya.

Sepanjang sidang yang dimulai pukul 14.25, Galih terlihat duduk dengan tegang di kursi pesakitan.

Anak Fandi Sutadi, politikus Partai Gerindra, tersebut terus menunduk.

Tangannya tidak pernah lepas menggenggam. Ekspresi berbeda ditunjukkan Bramantyo Dwi Arubowo.

Dia lebih santai. Sesekali dia terlihat memain-mainkan tangan dan kaki.

Vonis hakim itu tidak pelak disambut gembira kuasa hukum terdakwa, Adi Gunawan. Menurut dia, putusan hakim sesuai fakta sidang.
"Sudah sesuai dengan dua keterangan dari saksi ahli yang kami datangkan. Kami puas," terangnya setelah sidang.

Sikap berbeda ditunjukkan jaksa. JPU Irene Ulfa langsung menyatakan banding karena vonis jauh dari tuntutan.

''Kami akan banding Yang Mulia,'' jelas Irene dalam sidang.

Sebelumnya, jaksa menuntut keduanya dengan enam tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa menjerat terdakwa dengan pasal 112 ayat 1 juncto pasal 132 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Kasipidum Kejari Tanjung Perak Anggara Surayanagara sempat mengeluhkan keterangan dari Arifin.

Menurut dia, keterangan yang diberikan saat sidang selalu menguntungkan pengguna narkoba.

Ihwal kasus tersebut, Galih dan Bramantyo ditangkap Polsek Pabean Cantian.

Pada 28 Juni 2016 petugas meringkus Rully Kristiawan yang berperan sebagai kurir.

Di celana dalam Rully ditemukan 0,5 gram sabu-sabu. Dia membelinya di Jalan Kenjeran.

Setelah ditangkap, Rully ''bernyanyi'' dengan mencokot nama Galih.

Dia mengaku disuruh Galih membeli sabu-sabu. Mereka hendak mengisap serbuk haram tersebut bersama-sama.

Galih mentransfer Rp 400 ribu kepada Rully. Mereka sepakat bertemu di sebuah warung di Jalan Karang Asem. Namun, polisi lebih dulu membekuknya. (aji/c20/fal/flo/jpnn)




loading...

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.