Suami Sylviana Dipanggil Polisi, Ketahuan Curangnya Pasangan Calon Gubernur DKI No 1 ini

loading...



Bukti-bukti kubu anak SBY terlibat cara-cara licik untuk berlaga di Pilgub DKI semakin terang benderang. Hari ini suami Cawagub Sylviana diperiksa Polisi karena diduga terlibat dalam aksi makar dan mentransfer dana sebelum aksi 212.

“Jadi ada aliran dana ke Zamran dari yang bersangkutan, makanya besok dimintai keterangan. Uangnya untuk keperluan apa, kapan ditransfernya, berapa jumlahnya, ya itu yang akan dicari tahu besok,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Argo Yuwono.

Zamran sendiri merupakan tersangka kasus ITE atas dugaan penyebaran informasi berbau SARA. Selain itu Zamran juga bersaksi atas kasus makar yang melibatkan Ratna Surampaet, Sri Bintang Pamungkas dan teman-temannya.

Pemanggilan suami Sylviana ini menjadi penguat dugaan bahwa kubu anak SBY adalah dalang dari aksi 212. Sebelumnya para pimpinan aksi 411 dan 212 memang sempat bertemu SBY di Cikeas, entah untuk membicarakan apa.

Aksi bela anak SBY

Dengan dua hal ini; pemanggilan suami Sylviana terkait aliran dana sebelum 212 dan pertemuan pimpinan aksi 411 dan 212 dengan SBY di Cikeas, kesimpulan bahwa aksi tersebut sebenarnya bukan aksi bela Islam menjadi lebih logis. Minimal tidak murni karena ingin membela Islam.

Ditambah lagi FPI sudah menyatakan secara resmi mendukung pasangan Agus Sylviana, jadi mustahil untuk tutup mata dengan kenyataan-kenyataan yang sangat berdekatan dan berkaitan ini. Ahok adalah lawan terkuat Agus, FPI dukung Agus, FPI halang-halangi Ahok blusukan, FPI pimpin aksi 411 dan 212 dengan nama GNPF MUI untuk memenjarakan Ahok. Luar biasa. Semua kejadian ini hanyalah drama merebut kursi DKI 1.

Mengapa kubu anak SBY begitu licik?


Ada salah seorang teman bertanya, apa mungkin kubu Agus selicik itu? Untuk apa mereka bermain-main di zona bahaya yang mengancam negara ini terpecah belah?

Menurut analisis Pakar Mantan, ada dua jenis jawaban terkait pertanyaan tersebut. Yakni terkait masa depan Demokrat dan kualitas cagub.

Masa depan partai: Demokrat yang merupakan partai besar dan penguasa selama 10 tahun, kini sedang menuju zona degradasi. Hal ini berkat solidaritas kader dan pimpinan Demokrat dalam mengkorupsi uang negara sehingga membuat rakyat Indonsia muak dengan Demokrat. Terbukti dengan suara Demokrat yang semakin anjlok dari tahun ke tahun.

Pada 2014 lalu Demokrat absen dari pesta demokrasi karena alasan ingin menjadi penyeimbang. Padahal sejatinya karena partai-partai di Indonesia enggan mengajak Demokrat berkoalisi. Niat memuat poros tengah juga tak berhasil, sebab Demokrat tak cukup diperhitungkan atau dipercayai, sehingga partai-partai yang ada lebih memilih merapat ke Jokowi atau Prabowo.

Dengan kenyataan yang sangat buruk ini, Demokrat mencoba bangkit. Salah satunya dengan cara memenangkan Pilgub DKI. Sebab Pilgub ini sangat bergengsi dan berpengaruh besar pada elektabilitas partai.

Kualitas Cagub: anda kalau lihat Ahok, selalu nampak mudah menjelaskan apa permasalahan dan solusinya. Mudah dipahami dan masuk akal. Ahok begitu memahami Jakarta, sebab memang pernah menjadi Wagub dan Gubernur Jakarta. Visi misi jelas dan sudah terlalu banyak perubahan yang dilakukan oleh Ahok.

Secara kualitas dan pemahaman permasalahan Jakarta, menyaingi Ahok ibarat mengecat langit. Hil yang mustahal. Agus kalau blusukan pun tak terlalu berani berdiskusi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan. Pernah ditanya program kerja, jawabnya rahasia, pernah juga dijawab tidak penting program kerjanya yang penting orangnya baik.

Dua kali absen debat Cagub dan membuat pernyataan sulit dimengerti soal mengatasi banjir dengan “kota terapung” membuat Agus semakin nampak tak paham tentang mengelola kota. Bahkan nampak tak paham bahwa dirinya sedang menjadi Cagub.

Sebenarnya ini biasa saja, bahkan harus dimaklumi. Agus baru berhenti dari TNI sehari jelang pendaftaran Cagub. Sampai sekarang, baru terhitung beberapa bulan Agus terjun ke politik. Jadi kalau tak paham Jakarta dan absen debat, kita bisa anggap biasa saja, maklum. Yang tidak bisa kita maklumi adalah partai Demokrat, PAN, PKB dan PPP. Mengapa mereka malah mengajukan Cagub yang sama sekali tidak paham dalam mengelola kota? Menjadi sangat keterlaluan karena mereka melakukannya untuk ibu kota Indonesia.

Meski begitu, dengan suramnya masa depan Demokrat dan kualitas Agus yang terlihat begitu dipaksakan, mereka tetap harus menang. Sebab sudah terlanjur banyak yang dikorbankan. Agus berhenti dari TNI. PAN, PKB, PPP dan Demokrat tidak menempatkan kadernya sama sekali. Mereka menjadi satu-satunya partai koalisi yang sama sekali tidak menempatkan kadernya.

Jadi kalau kubu mereka terlihat begitu licik, sebab memang tidak mungkin untuk beradu gagasan. Tidak bisa adu program dan berkampanye sehat. Satu-satunya cara adalah menghindari debat adu gagasan dan kampanye sehat. Yang penting Ahok bisa dikalahkan, atau bisa digagalkan pencalonannya. Salah satu cara yang mungkin mereka lakukan adalah menggelar demo besar-besaran untuk menekan hukum di Indonesia, meskipun hal ini masih perlu dibuktikan oleh Polisi, tapi indikasinya sudah mengarah ke sana. Ada aliran dana dari suami Sylviana ke Zamran sebelum aksi 212.

Begitulah kura-kura.





loading...

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.