Sri Mulyani: Ini Masalah Anies Diberhentikan Dari Jabatan Menteri,..Pak Anies Jangan Pura-pura Tidak Tahu

loading...


Kondisi Ekonomi yang bergejolak sepanjang tahun 2015 sampai tahun 2016, telah memaksa Presiden Jokowi untuk melakukan perombakan kabinet. Maka dengan sopan santun Presiden Jokowi menjelaskan kepada Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim bahwa Pemerintah Indonesia membutuhkan Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan menggantikan Bambang PS Brojonegoro.

APBN-P 2016

Tidak butuh lama bagi seorang Sri Mulyani untuk mengetahui postur anggaran dalam APBN baik dari sisi penerimaan dan pengeluaran. Salah satu yang cukup mencengangkan adalah kelebihan dana anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang dana anggaran tunjangan profesi guru di APBN 2017 sebesar 23.3 triliun, sebuah angka yang fantastis.

Beberapa komentar yang muncul dari dana over budget ini menurut Kompas.com :

“Jadi gurunya memang enggak ada atau gurunya ada, tetapi belum bersertifikat, itu tidak bisa kami berikan tunjangan profesi. Kan tunjangan profesi secara persyaratan (berlaku) bagi mereka yang memiliki sertifikat. Coba bayangkan sebesar itu, Rp 23,3 triliun sendiri,” kata Sri Mulyani.

“Ini barangkali pembelajaran untuk perencanaan (anggaran) yang lebih baik sehingga kita tidak membuat over budgeting yang membuat beban yang luar biasa besar,” kata Sri Mulyani.

“Saya belum tahu masalahnya, tetapi ya tentu salah hitung,” ucap Kalla

“Kalau kelebihan ya dipotong. Yang penting belum dibelanjakan,” kata Kalla

“Kami malah mempertanyakan bagaimana mungkin pengelola guru bisa salah hitung anggaran tunjangan profesi guru yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dibayarkan,” kata Unifah (Pelaksana Tugas Ketua PGRI)

“Yang dibayar hanya setengahnya lebih sedikit karena hanya 1,2 juta guru yang disertifikasi. Bandingkan dengan data guru yang diakui 2,2 juta guru. Artinya masih 1 juta guru yang belum disertifikasi,” ucap Unifah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Sesuatu yang aneh muncul, karena penjelasan over budget ini disampaikan oleh Dirjen Guru dan tenaga Kependidikan Sumarna Suryapranata, hal ini terjadi karena perubahan data guru yang sudah disertifikasi dan berhak mendapatkan tunjangan profesi. Ada data lainnya bahwa guru pindah menjadi pejabat atau pensiun.

Data jumlah guru tersertifikasi di Kemenkeu sebanyak 1.221.947 orang, sedangkan data di Kemendikbud sebesar 1.638.240 orang, artinya terdapat perbedaan sebesar 416.473 orang. Bandingkan dengan data dari PGRI, jumlah guru tersertifikasi sekitar 1.2 juta dan yang belum tersertifikasi ada sekitar 1 juta guru.

Pembaca Seword.com keganjilan dan keanehan ini memunculkan beberapa pertanyaan seperti :

Mengapa data bisa berbeda di kedua kementerian dan PGRI untuk jangka waktu yang cukup lama ?
Mengapa seorang Dirjen

yang harus melakukan penjelasan, bukan Menterinya ?
Sudah berapa lamakah over budget ini terjadi ?
Bila selalu over budget kemanakah larinya semua uang tersebut ?
Anies Baswedan

Penulis gagal paham dengan semua kejadian tersebut karena menyangkut uang 23.3 triliun yang salah hitung, dan seorang Anies Baswedan tidak atau belum melakukan penjelasan yang masuk akal. Banyak sekali pertanyaan yang muncul terhadap Anies akibat situasi ini :

Apakah penjelasan yang dilakukan oleh Dirjen merupakan bentuk lepas tangan ?

Ataukah karena ini sebuah pencitraan, karena selama ini Anies dikesankan sebagai orang yang santun ?

Bagaimana apabila bapak menjadi seorang Gubernur ?

Apakah akan melemparkan kesalahan ke bawahan dan bla. . . bla . . . bla . . .?

Untung saja ada Sri Mulyani yang begitu teliti dan detail sehingga kesalahan yang ada dapat segera ditemukan. Sekali lagi sosok Sri Mulyani harus diapresiasi dengan secangkir kopiku. Ketidakcermatan ini, menjadi sangat mungkin bahwa ini sebagai salah satu bahan pertimbangan Pakde Jokowi pada akhirnya mengkartu merah Anies.

Gubernur DKI Jakarta

Menjadi Gubernur DKI Jakarta yang memiliki tingkat kompleksitas pekerjaan yang lebih banyak walaupun dalam skala Propinsi tetapi menyangkut semua bidang pemerintah. Kita ingat bagaimana problem yang dihadapi Pakde Jokowi dan Koh Ahok saat memimpin mulai dari perdebatan anggaran di DPRD yang sarat kepentingan, Staf Pemda yang masih memiliki sifat birokrat bukan pelayan masyarakat. Mulai dari isu sederhana ibu-ibu yang tidak bisa membeli buku untuk anaknya sampai reklamasi yang berskala nasional dengan segala kerumitannya.

Semua persoalan yang ada harus diselesaikan dengan teliti dan profesional, dan yang paling penting berani menanggung kesalahan anak buah, tampil di depan, bukan dengan beretorika. Level DKI Jakarta dibawah Pakde Jokowi dan Ahok sudah sedemikian tinggi, semua harus cepat, tepat dan teliti sehingga yang ada adalah kerja, kerja, kerja, kerja dan kerja.

Apakah seorang Anies mau dan mampu menjadi Gubernus DKI Jakarta ? Apabila melihat CV beliau sebagai seorang mantan Mendikbud dan track record nya, bagi penulis rasanya terlalu riskan dan berbahaya untuk seukuran DKI Jakarta. Ingat Pak Anies uang 23.3 triliun bukanlah uang yang sedikit dan perlu dipertanggungjawabkan secara hukum, bukan sekedar menghabiskan anggaran 100% untuk bagi-bagi proyek balas budi. Ah . . . Untungnya 23.3 triliun selamat.[sbr]

Seperti cocok dengan lagunya Meja – All About the Money

It’s all ’bout the money
It’s all ’bout the dumb dum,
And I don’t think It’s funny
To see us fade away
It’s all ’bout the money
It’s all ’bout the dumb dum,
And I think we got it all wrong anyway



Sumber
loading...

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.