Dari Temuan Polri: Ust. Bachtiar Nasir (Ketua GNPF-MUI) Terlibat Jaringan ISIS
loading...
SEWORD.COM Saat terjadi gonjang-ganjing pemberitaan bahwa lembaga kemanusiannya Ustadz Bachtiar Nasir menyokong logistik untuk sebuah kelompok yang terafiliasi ISIS, ia membuat pernyataan resmi ke publik bahwa berita itu tidak benar. Itu adalah fitnah yang ingin memecah belah umat, katanya. Intinya, ia tidak terima lembaganya dikait-kaitkan dengan ISIS.
Dari kehebohan tersebut, bergeraklah polisi untuk menelusuri, apakah ada aliran dana ke Suriah untuk kelompok pemberontak disana. Sebab, kemunculan video yang memperlihatkan adanya logistik dengan label IHR (Indonesian Humanitarian Relief) tidak mungkin direkayasa. Untuk apa juga itu direkayasa? Apa untungnya untuk ISIS merekayasa video tersebut?
Saat polisi mulai mengusut dugaan keterlibatan Bachtiar Nasir dengan jaringan ISIS Suriah, tiba-tiba ia menghilang entah kemana. Lalu muncul kembali. Dan langsung dihadapkan pada sebuah kasus baru yakni Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ternyata, kasus pencucian uang ini punya keterkaitan dengan kasus yang pertama, dugaan keterlibatan dengan ISIS.
Sebelum saya lanjutkan lebih Jauh. Saya pernah menonton sebuah ceramah Ustadz Bachtiar Nasir di youtube.com. Dalam ceramahnya tersebut terlihat bahwa ia sangat mendukung ide penegakan khilafat di negeri ini. Ia mengatakan kepada jamaah, “Kalau ada istilah Islamic state, nyenengin atau nyeremin? Nyenengin atau nyeremin?” tanyanya kepada jamaah. Jamaah menjawab, “Nyenengin.”
“Kalau ada bendera hitam, dan disitu ada cap suci Rasulullah saw. Nyenengin atau nyeremin?” tanyanya lagi, dengan jawaban dari jamaah, “Nyenengin.”
Saat polisi mulai mengusut dugaan keterlibatan Bachtiar Nasir dengan jaringan ISIS Suriah, tiba-tiba ia menghilang entah kemana. Lalu muncul kembali. Dan langsung dihadapkan pada sebuah kasus baru yakni Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ternyata, kasus pencucian uang ini punya keterkaitan dengan kasus yang pertama, dugaan keterlibatan dengan ISIS.
Sebelum saya lanjutkan lebih Jauh. Saya pernah menonton sebuah ceramah Ustadz Bachtiar Nasir di youtube.com. Dalam ceramahnya tersebut terlihat bahwa ia sangat mendukung ide penegakan khilafat di negeri ini. Ia mengatakan kepada jamaah, “Kalau ada istilah Islamic state, nyenengin atau nyeremin? Nyenengin atau nyeremin?” tanyanya kepada jamaah. Jamaah menjawab, “Nyenengin.”
“Kalau ada bendera hitam, dan disitu ada cap suci Rasulullah saw. Nyenengin atau nyeremin?” tanyanya lagi, dengan jawaban dari jamaah, “Nyenengin.”
Makanya, sangat mengherankan jika Bachtiar Nasir membuat klarifikasi bahwa lembaganya tidak ada keterlibatan dengan ISIS, dimana ia adalah pemuja sekaligus penghasut untuk berdirinya sebuah Islamic state di negeri ini. Inikan namanya mencla-mencle. Seperti para penggagas khilafat yang mengatakan demokrasi itu haram, tapi masih menikmati indahnya demokrasi negeri ini.
Bachtiar Nasir sepertinya panik dengan membuat klarifikasi yang tidak perlu. Karena, saat heboh viralnya video tersebut, semua itu kan masih dugaan. Justru dengan klafikasi yang berlebihan, sampai mengatakan bahwa dugaan tersebut adalah fitnah yang hanya bersandar pada satu dua potong berita, menunjukkan bahwa ia terlibat. Reaksi tersebut yang justru membuat pihak kepolisian mendalaminya lebih jauh.
Akhirnya, polisi tidak hanya menyelediki kasus dugaan keterlibatan dengan ISIS tapi juga dugaan pencucian uang umat untuk aksi bela Islam. Polisi menemukan bukti bahwa ada tindak pidana pencucian uang atas dana yang terkumpul untuk aksi bela Islam 411 dan 212.
Temuan polisi menyebutkan bahwa sebagian dana digunakan untuk aksi bela Islam. Dan sebagian lainnya dialihkan ke beberapa tangan. Baik ke pembina, pengurus, pengawas baik dalam bentuk gaji atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. Ternyata, ada lagi dana yang alirkan ke luar negeri, tepatnya ke Turki. Atas nama Bachtiar Nasir.
Nama Bachtiar Nasir bukan pihak kepolisian yang mengada-ada. Tapi, ini bermula dari informasi media internasional temuan ILH yaitu adanya kelompok di Suriah yang dianggap kelompok pro ISIS yang dianggap telah menerima dana dari ILH. Disebutlah nama Bachtiar Nasir itu. Begitulah yang disampaikan Kapolri Tito kepada media.
Ini sangat memalukan. Mengapa dana umat digunakan dengan tidak semestinya? Bukankah ini sama saja dengan mengkorupsi? Jangan lantas karena ini aksi bela Islam dan kami (pihak yang mengelola sumbangan) adalah pengelola, maka uang tersebut dapat dianggap ghanimah yang bisa dibagi-bagikan seenak jidat.
Sangatlah mengherankan saat Aa Gym katakan bahwa dana umat berlebih, Alhamdulillah. Tapi ratusan orang gagal pulang ke kampung halamannya karena tidak punya ongkos. Ternyata, dananya lari ke kantong beberapa orang. Dana sebagiannya lari ke Suriah untuk mendukung aksi ISIS disana. Padahal, negeri ini enggak kaya-kaya amat. Kemiskinan masih banyak, kelaparan selalu ada, dan ketertinggalan dimana-mana.
Dengan temuan polisi ini bahwa ada aliran dana ke Turki atas nama Bachtiar Nasir, tentu semakin menguatkan dugaan keterlibatannya kepada ISIS. Dimana sebelumnya ia menyanggah bahwa ia terlibat. Bagaimana tidak, ceramah-ceramahnya di youtube saja banyak yang mempromosikan Islamic state sebagai sebuah solusi. Jadi, sangat mustahil jika Bachtiar Nasir tidak terlibat dengan ISIS.
Dari titik ini kita dapat mengukur apa yang sebenarnya GNPF-MUI kejar. Apakah demi demokrasi negeri ini? Apakah demi keamanan dan ketenteraman negeri ini? Bagaimana mungkin GNPF berbicara soal demokrasi, menuntut ini dan itu, jika ketuanya saja terafiliasi dengan jaringan ISIS? Mereka menikmati demokrasi di negeri ini, tapi punya agenda lain untuk meruntuhkannya.
Sayangnya. Kebhinekaan dan kenusantaraan negeri ini berdiri di atas sebuah pondasi yang kokoh, pondasi itu bernama Pancasila. Sehingga, arab springs pun gagal masuk dan menguasai negeri ini.
Ra(i)sa-ra(i)sanya begitulah
Bachtiar Nasir sepertinya panik dengan membuat klarifikasi yang tidak perlu. Karena, saat heboh viralnya video tersebut, semua itu kan masih dugaan. Justru dengan klafikasi yang berlebihan, sampai mengatakan bahwa dugaan tersebut adalah fitnah yang hanya bersandar pada satu dua potong berita, menunjukkan bahwa ia terlibat. Reaksi tersebut yang justru membuat pihak kepolisian mendalaminya lebih jauh.
Akhirnya, polisi tidak hanya menyelediki kasus dugaan keterlibatan dengan ISIS tapi juga dugaan pencucian uang umat untuk aksi bela Islam. Polisi menemukan bukti bahwa ada tindak pidana pencucian uang atas dana yang terkumpul untuk aksi bela Islam 411 dan 212.
Temuan polisi menyebutkan bahwa sebagian dana digunakan untuk aksi bela Islam. Dan sebagian lainnya dialihkan ke beberapa tangan. Baik ke pembina, pengurus, pengawas baik dalam bentuk gaji atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. Ternyata, ada lagi dana yang alirkan ke luar negeri, tepatnya ke Turki. Atas nama Bachtiar Nasir.
Nama Bachtiar Nasir bukan pihak kepolisian yang mengada-ada. Tapi, ini bermula dari informasi media internasional temuan ILH yaitu adanya kelompok di Suriah yang dianggap kelompok pro ISIS yang dianggap telah menerima dana dari ILH. Disebutlah nama Bachtiar Nasir itu. Begitulah yang disampaikan Kapolri Tito kepada media.
Ini sangat memalukan. Mengapa dana umat digunakan dengan tidak semestinya? Bukankah ini sama saja dengan mengkorupsi? Jangan lantas karena ini aksi bela Islam dan kami (pihak yang mengelola sumbangan) adalah pengelola, maka uang tersebut dapat dianggap ghanimah yang bisa dibagi-bagikan seenak jidat.
Sangatlah mengherankan saat Aa Gym katakan bahwa dana umat berlebih, Alhamdulillah. Tapi ratusan orang gagal pulang ke kampung halamannya karena tidak punya ongkos. Ternyata, dananya lari ke kantong beberapa orang. Dana sebagiannya lari ke Suriah untuk mendukung aksi ISIS disana. Padahal, negeri ini enggak kaya-kaya amat. Kemiskinan masih banyak, kelaparan selalu ada, dan ketertinggalan dimana-mana.
Dengan temuan polisi ini bahwa ada aliran dana ke Turki atas nama Bachtiar Nasir, tentu semakin menguatkan dugaan keterlibatannya kepada ISIS. Dimana sebelumnya ia menyanggah bahwa ia terlibat. Bagaimana tidak, ceramah-ceramahnya di youtube saja banyak yang mempromosikan Islamic state sebagai sebuah solusi. Jadi, sangat mustahil jika Bachtiar Nasir tidak terlibat dengan ISIS.
Dari titik ini kita dapat mengukur apa yang sebenarnya GNPF-MUI kejar. Apakah demi demokrasi negeri ini? Apakah demi keamanan dan ketenteraman negeri ini? Bagaimana mungkin GNPF berbicara soal demokrasi, menuntut ini dan itu, jika ketuanya saja terafiliasi dengan jaringan ISIS? Mereka menikmati demokrasi di negeri ini, tapi punya agenda lain untuk meruntuhkannya.
Sayangnya. Kebhinekaan dan kenusantaraan negeri ini berdiri di atas sebuah pondasi yang kokoh, pondasi itu bernama Pancasila. Sehingga, arab springs pun gagal masuk dan menguasai negeri ini.
Ra(i)sa-ra(i)sanya begitulah
loading...
Tidak ada komentar: