MENYEDIHKAN!!! KH Ahmad Ishomuddin Diteror, Dibilang Murtad Karena Bela Ahok

loading...




Beliau dikenal sebagai salah satu saksi ahli yang membela Ahok di persidangan. Ishomuddin menyoroti tidak adanya proses klarifikasi terhadap Ahok atau tabayyun. Ishomuddin yang merupakan Rais Syuriah PBNU Jakarta juga adalah wakil ketua Komisi Fatwa MUI waktu itu. Masalahnya Ishomuddin mengaku dirinya tidak dilibatkan oleh MUI dalam menerbitkan pendapat dan sikap keagamaan terkait kasus Ahok.

“Saya dapat informasi, tapi tidak dapat undangan,” kata Ishomuddin sewaktu dipersidangan. Akibatnya dia tidak bisa menyampaikan pendapatnya terkait kasus ini. Padahal, dengan posisinya yang penting di MUI, seharusnya dia juga dilibatkan dalam menentukan sikap keagamaan MUI terhadap Ahok. Ishomuddin menyayangkan pendapat dan sikap keagamaan MUI yang tidak mengecek terlebih dahulu ke Kepulauan Seribu dan tak ada tabayyun kepada Ahok.

Fahmi, bendahara MUI ditangkap KPK karena diduga korupsi, dan MUI menyatakan akan tabayyun dan klarifikasi dulu pada yang bersangkutan. Alasannya pun sangat diragukan, yaitu Fahmi tidak aktif lagi karena sibuk dengan kegiatannya di luar MUI. Ini tidak masuk akal karena posisinya yang sebagai bendahara. MUI yang mengedepankan asas praduga tak bersalah pada Fahmi, ternyata tidak terjadi pada Ahok. Tidak ada proses tabayyun, tidak ada asas praduga tak bersalah, tidak ada klarifikasi pada Ahok, dan tahu-tahu diterbitkan sikap keagaman MUI terhadap kasus Ahok.

Perbedaan pendapat ini adalah langkah berani yang dilakukan Ishomuddin. Konsekuensinya pun sudah jelas, yaitu diberhentikan dari kepengurusan MUI. Alasannya pun aneh, bukan karena menjadi saksi ahli dalam persidangan Ahok, tapi karena ketidakaktifan beliau selama menjabat Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI. Kalau memang tidak aktif, kenapa tidak dari dulu? Kenapa baru dilakukan sekarang ketika menjadi saksi? Tidak rasional sekali alasan seperti ini. Dan alasan kedua diberhentikannya Ishomuddin seolah membenarkan apa yang sebenarnya terjadi, yaitu karena melanggar disiplin organisasi.

Konsekuensi lain yang harus ditanggungnya adalah adanya teror usai memberi kesaksian. Diakuinya, bentuk ancaman sangat beragam mulai dari teror lewat telepon maupun melalui WhatsApp.


“Ada yang mengatakan saya murtad, halal darahnya, minta bertobat, mengumpulkan uang receh, seolah-olah saya menjual akidah saya dan tekanan-tekanan yang sifatnya sangat tidak perlu,” begitu pengakuan Ishomuddin Kamis lalu. Menurutnya ancaman dan teror tersebut adalah proses demokratisasi yang belum matang di tanah air. Tapi salut untuk beliau yang memutuskan tidak akan merespon balik, karena sadar itu resiko dari apa yang dianggapnya benar (menyuarakan kebenaran).

Siapa peneror itu? Yang pasti gerombolan sebelah atau you-know-who. Saya pakai you-know-who karena malas menyebut mereka. Saya kira pembaca Seword cukup cerdas untuk memahami. Orang yang tidak sependapat langsung dicap kafir, asing, aseng, bangsa tempe, bahkan yang seiman pun dihajar habis-habisan. Semua serba pendek, emosinya, pikirannya, daya nalarnya, logikanya, semuanya pendek. Dan satu lagi, gampang meledak. Susah kalau sudah berurusan dengan mereka. Bagi yang sependapat dengan mereka, pasti akan disanjung, dipuja, dielu-elukan. Begitu ada perbedaan pendapat, terjadilah drama boikot, ditambahi sumpah serapah yang penuh dengan isi kebun binatang. Kalau tidak percaya, cek sana komentar di media sosial.

Kadang saya berpikir mereka ini mirip robot yang hanya diprogram untuk memboikot, mencaci, mengkafirkan dan menyerang mereka yang tidak sependapat. Begitu ada beda pendapat DETECTED, maka program Auto Meledak pun dilakukan. Begitu gampangnya boikot, teror, bilang murtad dan halal darahnya, orang seperti apa yang dengan mudahnya mengatakan itu?

Saya teringat dengan cagub sebelah yang saat pidato pernah bilang yang harus diperjuangkan itu bukan kebhinnekaan tapi persatuan di dalam kebhinnekaan. Ngomong memang gampang, asbun memang semudah makan sari roti. Praktiknya? Lihat tuh gerombolan you-know-who. Ada gesekan sedikit saja langsung meledak, tidak sempat dipadamkan karena saking cepatnya. Apanya yang persatuan di dalam kebhinnekaan? Perbedaan saja dijadikan permusuhan, mau bersatu dengan cara apa? Coba ngomong itu ke gerombolan you-know-who, paling mulut berbuih, karena pada dasarnya semuanya pendek. Pemikirannya saja pendek, bagaimana mau berpikir dengan jernih dengan akal sehat.

Bagaimana menurut Anda?




Sumber
loading...

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.