Selamat Ulang Tahun Pak Ahok, Berkuatlah Dalam Pengharapan dan Kembalilah Pada Mereka yang Merindukanmu
loading...
Hari ini, tanggal 29 Juni 2017, Mantan Gubernur DKI Jakarta, Ahok ketambahan usia setahun menjadi 51 tahun. Banyak yang ingin mengucapkan selamat secara langsung, ada yang ingin memberikan kado, ingin merayakan bersama-sama, ada yang ingin menghadirkan acara penuh kegembiraan, tiup lilin dan potong kue. Para pendukung Ahok menginginkan itu, terlebih keluaga Ahok tentunya.
Tetapi tak semua yang berkeinginan dan berharap seperti itu dapat merasakan apa yang mereka harapkan. Ahok sekarang terkurung dalam penjara, jam berkunjung saja mungkin sangat dibatasi. Ahok tidak bisa seperti dulu lagi. Bahkan, lebih dari sebagian kebebasan Ahok sudah diambil dari dirinya. Ini yang membuat begitu banyak orang bersedih, tak sedikit yang meneteskan air mata. Hari ini dua tangisan berbaur menjadi satu. Tangis kebahagiaan dan tangis kepiluan hati.
Beberapa waktu yang lalu ada karangan bunga, lilin, dan lampion. Kini ada kue, kado, dan surat, serta ucapan-ucapan selamat. Bukti tanda cinta dan pengertian yang sangat mendalam, dan yang terus berdatangan. Kasih dan pengharapan tidak bisa dikekang atau dibatasi oleh jeruji besi.
Jam dua subuh, saat saya menulis ini, hati saya tergerak untuk mendoakan Pak Ahok. Lalu saya ikuti dorongan hati untuk berdoa, dengan sungguh-sungguh. Saya tak banyak meminta, hanya satu yang selalu saya minta yaitu supaya ia diberikan kekuatan dan pengharapan. Bahwa betapa baiknya Engkau Tuhan, kasih-Mu tiada berkesudahan. Semoga hal ini yang akan selalu dirasakan dan dinikmati seorang Ahok.
Patung Liberty
Entah mengapa saya lalu tiba-tiba teringat tentang sebuah patung berwarna hijau (yang jelas bukan patung Hulk), namanya Pantung Liberty, patung perempuan yang sudah berdiri kokoh selama ratusan tahun di Amerika. Sudah berkali-kali saya berkunjung ke Patung Liberty. Saya sangat menyukainya oleh karena alur sejarah panjang berdiri tegaknya patung itu menurut saya sangatlah memukau. Menakjubkan.
Ratusan orang datang berkunjung, baik mereka yang mengerti sejarah, atau yang sekedar ingin foto dan gagah-gagahan. Lady Liberty ini memang amat menarik. Di sinilah terpatri monumen keterbukaan. Simbol selamat datang untuk pengunjung, para imigran dan warga negara yang kembali dari perantauan.
Lady Liberty memuat sebuah ‘pernyataan sikap’ yang kurang lebih seperti ini: “Berikan kepadaku kaum lesu, kaum miskinmu, kerumunan jelatamu… Yang mendamba napas merdeka, kaum celaka yang ditolak… Di pesisirmu yang sesak… Kirimkan mereka kepadaku, kaum yang tidak terlindung… Yang diombang-ambing tak menentu… Aku mengacungkan lampuku di sisi gerbang kencana.” Demikian terjemahan syair Emma Lazarus yang terukir pada Statue of Liberty di pelabuhan New York.
Patung wanita yang disebut Lady Liberty ini dibuat di Perancis oleh pemahat Bartholdi sebagai hadiah dari rakyat Perancis kepada rakyat Amerika. Pada tahun 1886 patung ini berdiri megah setinggi 92 meter di pulau kecil Liberty Island di perbatasan New York dan New Jersey. Di tempat inilah para korban yang selamat pada peristiwa tenggelamnya kapal Titanic ditampung sementara waktu.
Dari jauh patung ini menjadi fokus pertama yang dilihat oleh jutaan imigran dari dek kapal ketika mereka mendekati pantai. Patung ini melukiskan wanita dengan rantai belenggu yang putus pada kakinya. Ia memakai mahkota dengan tujuh ujung melambangkan tujuh samudera dan benua. Tangan kanannya mengacungkan obor yang menyala. Tangan kirinya memegang loh batu bertuliskan: July IV, MDCCLXXVI, yaitu tanggal proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat pada 4 Juli 1776.
Pengarang Emma Lazarus menulis syair ini sebetulnya bukan untuk diukir pada Statue of Liberty. Ia menulisnya tiga tahun sebelum peresmian patung itu. Puisinya baru diukir kemudian, yaitu lima belas tahun setelah patung ini berdiri. Kalau bukan untuk patung ini, untuk siapakah puisi ini ditulis?
Emma rupanya menulis tulisan tersebut untuk para pembaca bukunya. Puisi yang dikutip pada patung itu hanyalah bagian akhir dari puisi seutuhnya. Puisinya yang lengkap berjudul “The New Colossus” telah tersimpan di banyak perpustakaan.
Pesan penting puisi Emma adalah bahwa Amerika akan menjadi sebuah kolosus atau Negara Kolosal jika bersifat terbuka dan majemuk. Biarlah orang yang tertekan dan mendambakan kebebasan datang ke sini. Di sini tiap orang boleh menyatakan pendapat. Tiap orang boleh memilih agama yang disukainya. Tiap orang boleh berbeda. Biarlah orang miskin juga datang ke sini. Ini Negara demokratis. Di sini tiap orang punya kesempatan yang sama. Biarlah imigran dari segala penjuru datang ke sini. Meskipun berbeda bangsa, bahasa, budaya dan agama, tetapi di sini kita menjadi orang Amerika yang mempunyai impian yang sama, yaitu The American Dream. Di sini tiap orang berpacu dengan waktu mewujudkan impian itu, yaitu hidup maju dan bermutu. Setidak-tidaknya itulah harapan Emma dalam buku dan puisinya. Seperti yang juga Anda bisa baca dalam bukunya Dr. Andar Ismail.
Kenapa saya menuliskan kisah Patung Liberty ini? Karena ada keinginan dan harapan besar dalam diri saya untuk memindahkan Patung Liberty itu ke Indonesia. Karena mustahil memindahkan patung itu, setidaknya semoga semangat yang terpancar dari patung Liberty bisa memancar sampai ke negeri ini.
Saya tidak punya hadiah’ besar’ apapun untuk Pak Ahok di hari ulang tahunnya hari ini. Saya hanya bisa memberikan semangat ‘kecil’ melalui kisah Lady Liberty ini, karena semangat yang sama inilah yang terus diperjuangkan Pak Ahok sampai detik ini.
Semangat rukun dalam kemajemukan. Semangat keterbukaan tanpa dikungkungi chauvinisme religi, chauvinisme racial, etnicity. Semangat keterbukaan menerima perbedaan apapun tanpa memandang agama, budaya, etnis serta warna kulit. Mimpi ini juga yang Pak Ahok ingin wujudkan menjadi sebuah pernyataan sikap setiap anak bangsa yang mencintai negeri ini, tetapi sikap itu harus benar-benar hadir membumi dan menjadi warisan berharga bagi anak cucu kita. Bukan sikap yang hanya muncul dalam perbincangan di ceramah, seminar dan teori di ruang-ruang kelas.
Pak Ahok, sejak di kampung halamannya sebagai walikota, pun setelah jadi Gubernur di ibukota negara, Jakarta ia melayani tanpa pernah membeda-bedakan. Tidak sekalipun ia bekerja, membantu, menolong siapapun dengan menanyakan dulu dia agamanya apa, rasnya apa, keturunan bangsa apa.
Primordialisme adalah sejarah kelam bangsa ini. Manusia tidak boleh dinilai sebagai orang apa ia dilahirkan, tetapi untuk apa ia dilahirkan ke dunia ini. Semua orang harus punya kesempatan yang sama, perlakuan yang sama, dan pelayanan yang sama tanpa pandang bulu. Itulah keadilan sosial yang sangat diperjuangkan Pak Ahok.
Orang Amerika tidak malu, malah bangga, bahwa masyarakatnya bersifat plural. Justru karena berbeda, semua diperkaya. Ketika tujuh astronot terbang ke ruang angkasa, ketujuh orang itu berasal dari tujuh etnik yang berbeda. Kemajemukan dimanfaatkan untuk kemajuan. Tiap warga negara diberi kesempatan supaya kelak menjadi potensi yang sanggup berkontribusi.
Kita jangan mau kalah, bangsa kita bisa jadi jauh lebih plural dan lebih beragam. Indonesia adalah melting potkeberbedaan, keberagaman, kepelbagaian. Maka setiap perbedaan yang kita jumpai di negeri ini harus kita lihat sebagai kekayaan. Keseragaman oleh karena penyeragaman yang dipaksakan justru akan membuat keberagaman mati perlahan, dan ini pada hakekatnya adalah upaya pemiskinan negeri yang kaya. Apa kita mau seperti itu? Tentu tidak.
Hari ini tak ada hadiah istimewa yang dapat kuberikan padamu Pak Ahok. Tetapi doa tulus, pengharapan yang luar biasa, serta penghargaan atas semua karya-karyamu, itulah yang dapat kuberikan. Sekaligus juga kutitipkan syair pemberi kekuatan berikut ini, “…TUHAN adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya…” Saya sangat yakin Pak Ahok juga sudah mempercayakan seluruh keberadaan diri pada sosok yang tepat, yaitu DIA yang adalah kekuatan dan perisai hidup. DIA, yang tanganNya tak akan pernah membiarkan diri Pak Ahok jatuh tergeletak, namun yang akan mengangkat kembali ke atas, menjadi saluran berkat bagi banyak orang.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ajak kita kembali ke soal patung Liberty. Kata-kata Emma Lazarus telah menjiwai gaya hidup yang terbuka dan majemuk hingga generasi ini. Ia sendiri tidak menyaksikan kejadian ketika syairnya diukir pada monument Statue of Liberty tersebut, sebab wanita pengarang berketurunan Portugal dan Yahudi ini meninggal dunia empat belas tahun sebelum tulisannya diabadikan pada patung gagah itu.
Tetapi Anda tahu, suaranya tetap bergema di tujuh samudera dan benua: “Give me your tired, your poor, your huddled masses… Yearning to breath free, the wretched refuse…. Of your teeming shore. Send these, the homeless, tempest-toast to me, I lift my lamp beside the golden door.”
Ahok memang terpenjara dalam jeruji besi tetapi kebaikan dan pengharapam yang ia tabur tetap bergema di seluruh pelosok negeri. Menjadi kesaksian hidup betapa ia mengasihi warganya dengan tulus, dan betapa ia pun dicintai dan dirindukan banyak orang, hingga hari ini.
Berkuatlah dalam pengharapan, bertahanlah dalam kesesakkan, hingga kelak engkau akan kembali pada semua mereka yang merindukanmu…Kami ‘kura-kura’ juga merindukanmu. Sungguh.
“Selamat Ulang Tahun” Pak Ahok!
loading...
Tidak ada komentar: