Ya Allah, SBY Kok Jadi Begini? Juru Fitnah Diajak Kerjasama
loading...
Menjelang Pilpres 2014, Obor Rakyat begitu massif membuat berita-berita fitnah terhadap Jokowi. Salah satu fitnah kejinya adalah menyebut bahwa Jokowi anak China, ayahnya yang asli adalah Oey Hong Liong. Efek dari fitnah ini, sampai sekarang masih ada orang yang percaya bahwa Jokowi keturunan China dan Ibundanya di Solo saat ini bukan Ibu asli.
Wajar saja, Obor Rakyat dicetak sebanyak 281.250 eksemplar dan terbit 3 kali dengan mater hoax dan fitnah yang berbeda. Tabloid Obor Rakyat disebar secara gratis di seluruh pelosok negeri dengan target utama adalah pesantren-pesantren.
Semua ini dikerjakan secara sistematis, dengan suntikan dana yang sangat besar. Kalau orang-orang biasa seperti saya, tentu tak akan bisa mencetak sebanyak itu lalu didistribusikan ke berbagai daerah secara gratis.
Saat Obor Rakyat muncul, publik curiga bahwa sebenarnya Obor Rakyat adalah bentukan pemerintahan SBY untuk menghalangi Jokowi menjadi Presiden. Setyardi Budiono yang merupakan staf dari staf khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah, Velix Wanggai, merupakan pimred dan otak dari Obor Rakyat, yang seluruh isinya merupakan fitnah dan kampanye hitam terhadap Jokowi yang saat itu masih berstatus Calon Presiden.
Sampai SBY lengser, Setyardi Budiono sama sekali tidak mendapat sangsi apa-apa. Bahkan pemerintahan SBY terlihat seperti sengaja menjaga agar Obor Rakyat tetap eksis untuk terus menerus memfitnah Jokowi.
Setelah dua tahun berlalu, Setyardi Budiono yang statusnya masih bermasalah karena memfitnah Jokowi lewat Obor Rakyatnya, tak menghalangi SBY untuk mengundang Setyardi Budiono untuk melakukan briefing internal di Cikeas dalam rangka pemenangan anak SBY yang sedang maju di Pilgub DKI. SBY seperti sangat bergantung dengan pimred Obor Rakyat, tabloid penuh fitnah dan hoax.
Jadi, kalau SBY mengatakan “Ya Allah, Tuhan YME, Negara kok jadi begini. Juru fitnah dan penyebar “hoax” berkuasa dan merajalela. Kapan rakyat dan yang lemah menang?” ini membuat SBY seperti sedang meludah ke langit, kena muka sendiri. Juru fitnah dan penyebar hoax “Obor Rakyat” adalah bagian dari pemerintahan SBY. Yang bahkan setelah SBY lengser pun mereka tetap diundang ke Cikeas untuk membantu pemenangan Agus-Sylvi di Pilgub DKI. Luar biasa. Sepanjang sejarah Indonesia, baru SBY lah mantan Presiden yang mengajak juru fitnah dan penyebar hoax menjadi bagian dari strategi memenangkan Pilkada.
Selain itu, Obor Rakyat juga mendapat bantuan dari Hinca Panjaitan, Sekjen Partai Demokrat, yang kemudian bertindak sebagai kuasa hukum Setyardi.
“Pernyataan banding itu disampaikan oleh para terdakwa. Setelah berkonsultasi dengan kuasa hukumnya yaitu saya, mereka langsung menyatakan ‘kami menolak putusan ini dan menyatakan banding’,” kata Hinca Panjaitan usai kliennya divonis 8 bulan penjara.
Sebagai rakyat Indonesia yang berpikiran positif, pada 2014 lalu saya enggan untuk menilai SBY negatif. Sebab bagaimanapun beliau adalah Presiden Indonesia saat itu. Namun belakangan, melihat SBY tidak bereaksi apapun terhadap Setyardi dan bahkan mengajaknya bekerjasama memenangkan Agus Sylvi, lalu Sekjen Demokrat menjadi kuasa hukum Setyardi, jujur saya jadi ingin muntah di halaman Cikeas. Muak! Masih ditambah lagi curhat SBY di twitter.
Tapi mungkin memang itulah karakter SBY. Selalu bertolak belakang. Katakan tidak pada korupsi, padahal semua pimpinan Demokrat masuk penjara karena korupsi. Mengatakan all out untuk menolak RUU Pilkada oleh DPR, tapi kenyataannya Demokrat malah walkout. Lalu sekarang mengeluhkan hoax, padahal dirinya sendiri yang tidak bereaksi dan malah mengajak kerjasama si juru fitnah.
Terakhir, saya ingin menjawab tweet SBY dengan hal yang serupa:
Ya Allah, Tuhan YME, SBY kok jadi begini. Juru fitnah dan penyebar “hoax” diajak kerjasama. Kapan rakyat dan yang lemah bisa tenang tanpa hoax kalau SBY masih begini?
Begitulah kura-kura.
Wajar saja, Obor Rakyat dicetak sebanyak 281.250 eksemplar dan terbit 3 kali dengan mater hoax dan fitnah yang berbeda. Tabloid Obor Rakyat disebar secara gratis di seluruh pelosok negeri dengan target utama adalah pesantren-pesantren.
Semua ini dikerjakan secara sistematis, dengan suntikan dana yang sangat besar. Kalau orang-orang biasa seperti saya, tentu tak akan bisa mencetak sebanyak itu lalu didistribusikan ke berbagai daerah secara gratis.
Saat Obor Rakyat muncul, publik curiga bahwa sebenarnya Obor Rakyat adalah bentukan pemerintahan SBY untuk menghalangi Jokowi menjadi Presiden. Setyardi Budiono yang merupakan staf dari staf khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah, Velix Wanggai, merupakan pimred dan otak dari Obor Rakyat, yang seluruh isinya merupakan fitnah dan kampanye hitam terhadap Jokowi yang saat itu masih berstatus Calon Presiden.
Sampai SBY lengser, Setyardi Budiono sama sekali tidak mendapat sangsi apa-apa. Bahkan pemerintahan SBY terlihat seperti sengaja menjaga agar Obor Rakyat tetap eksis untuk terus menerus memfitnah Jokowi.
Setelah dua tahun berlalu, Setyardi Budiono yang statusnya masih bermasalah karena memfitnah Jokowi lewat Obor Rakyatnya, tak menghalangi SBY untuk mengundang Setyardi Budiono untuk melakukan briefing internal di Cikeas dalam rangka pemenangan anak SBY yang sedang maju di Pilgub DKI. SBY seperti sangat bergantung dengan pimred Obor Rakyat, tabloid penuh fitnah dan hoax.
Jadi, kalau SBY mengatakan “Ya Allah, Tuhan YME, Negara kok jadi begini. Juru fitnah dan penyebar “hoax” berkuasa dan merajalela. Kapan rakyat dan yang lemah menang?” ini membuat SBY seperti sedang meludah ke langit, kena muka sendiri. Juru fitnah dan penyebar hoax “Obor Rakyat” adalah bagian dari pemerintahan SBY. Yang bahkan setelah SBY lengser pun mereka tetap diundang ke Cikeas untuk membantu pemenangan Agus-Sylvi di Pilgub DKI. Luar biasa. Sepanjang sejarah Indonesia, baru SBY lah mantan Presiden yang mengajak juru fitnah dan penyebar hoax menjadi bagian dari strategi memenangkan Pilkada.
Selain itu, Obor Rakyat juga mendapat bantuan dari Hinca Panjaitan, Sekjen Partai Demokrat, yang kemudian bertindak sebagai kuasa hukum Setyardi.
“Pernyataan banding itu disampaikan oleh para terdakwa. Setelah berkonsultasi dengan kuasa hukumnya yaitu saya, mereka langsung menyatakan ‘kami menolak putusan ini dan menyatakan banding’,” kata Hinca Panjaitan usai kliennya divonis 8 bulan penjara.
Sebagai rakyat Indonesia yang berpikiran positif, pada 2014 lalu saya enggan untuk menilai SBY negatif. Sebab bagaimanapun beliau adalah Presiden Indonesia saat itu. Namun belakangan, melihat SBY tidak bereaksi apapun terhadap Setyardi dan bahkan mengajaknya bekerjasama memenangkan Agus Sylvi, lalu Sekjen Demokrat menjadi kuasa hukum Setyardi, jujur saya jadi ingin muntah di halaman Cikeas. Muak! Masih ditambah lagi curhat SBY di twitter.
Tapi mungkin memang itulah karakter SBY. Selalu bertolak belakang. Katakan tidak pada korupsi, padahal semua pimpinan Demokrat masuk penjara karena korupsi. Mengatakan all out untuk menolak RUU Pilkada oleh DPR, tapi kenyataannya Demokrat malah walkout. Lalu sekarang mengeluhkan hoax, padahal dirinya sendiri yang tidak bereaksi dan malah mengajak kerjasama si juru fitnah.
Terakhir, saya ingin menjawab tweet SBY dengan hal yang serupa:
Ya Allah, Tuhan YME, SBY kok jadi begini. Juru fitnah dan penyebar “hoax” diajak kerjasama. Kapan rakyat dan yang lemah bisa tenang tanpa hoax kalau SBY masih begini?
Begitulah kura-kura.
loading...
Tidak ada komentar: