HEBOH!!! Susi, Sri Mulyani, Dan Gatot Bungkam Prabowo, SBY, Dan JK. Simak Penjelasannya!!!!

loading...



Ribut abuse of power yang dilakukan SBY? Ini malah lebih segar lagi. Presiden Jokowi tengah disodori cawapres rahasia. Susi Pudjiastuti dan Jenderal Gatot Nurmantyo. Spanduk duet Jokowi-Gatot telah tersebar di jalan protokol Jakarta. Namun, satu lagi yang masih tersimpan dan akan muncul menjadi kejutan adalah munculnya si kuda putih Susi Pudjiastuti dan Sri Mulyani. Mengejutkan. Hal ini disebabkan Presiden Jokowi adalah seorang Maverick, yang tak bisa diduga langkah-langkahnya.

Presiden Jokowi kini mulai memerhitungkan gerakan politik Prabowo, SBY, JK dan Golkar. Elemen-elemen itu sangat memengaruhi peta politik dan bahkan para calon presiden. Perhitungan dukungan dan pengaruh menjadi salah satu kunci penentuan cawapres pendamping incumbent alias petahana.

Selain faktor tiga manusia di atas, selain sikap Golkar yang oportunis, tantangan yang dihadapi oleh Presiden Jokowi sungguh berat. Sebagian matriks kekuatan dan kelemahan menunjukkan posisi yang masih menguntungkan Presiden Jokowi.

Namun, catatan lain tentang peran para koruptor dan mafia yang mendanai gerakan politik dan kampanye seperti di 2014, keterlibatan bandar narkoba, dan tindakan teroris dan Islam radikal yang mengancam NKRI menjadi perhatian luar biasa. Sinergi kekuatan mereka sungguh besar dan memerlukan tindakan ekstra dari Presiden Jokowi dan para pendukunngnya untuk melawan.


Motivasi Prabowo, SBY, JK, dan Golkar Singkirkan Presiden Jokowi

Prabowo, SBY, Jusuf Kalla, dan Golkar memiliki motivasi khusus yang menarik untuk diperhatikan dan diwaspadai. Prabowo, yang merasa dirinya militer dan jenderal, padahal pecatan militer, memiliki motivasi masih ambisi dan penasaran kalah sama tukang mebel. Belum tuntas kalau dia belum jadi presiden, dengan harga apapun yang harus dibayar. Ingat Pilkada DKI Jakarta sebagai gambaran betapa ambisinya dipraktekkan.

SBY. Dia memiliki motivasi dendam masa lalu karena sadar selama 10 tahun tidak berguna sama sekali bagi bangsa selain proyek mangkrak. Ratusan proyek seperti Candi Hambalang, pelabuhan, listrik, jalan, jembatan, pada mangkrak.

Lebih jengkel lagi hanya 2,8 tahun, Presiden Jokowi mampu menyelesaikan proyek puluhan tahun. Pun Jokowi kalau dibiarkan dua periode maka akan menamatkan karir Agus, nasib anak mami Ibas yang disebut soal Hambalang, dan wajah kegagalan 10 tahun makin diungkap.

Makin lama memerintah, Presiden Jokowi akan makin memermalukan diri SBY. Hal yang sebenarnya kalau dia legowo dan tidak menjadi provokator, bisa membuat dirinya nyaman dan terhormat. Namun memang takdirnya dia bukan untuk dihormati dan dihargai.

Jusuf Kalla. Dia tetap masih berambisi berkuasa, untuk paling tidak keluarganya: Aksa Mahmud dan Erwin Aksa digadang melanjutkan kiprah politik. Bagi saudagar dan pentolan DMI dan HMI ini, politik adalah alat untuk kuat di bisnis dan sebaliknya. Dua kali menjabat sebagai wapres, kelakuannya nyaris sama: menelikung dan menusuk dari belakang. Buktinya adalah pilkada DKI Jakarta, sebagai orang Golkar dia malah mendukung Anies-Sandi, yang nota bene musuh Ahok dan Jokowi. Yang menyeramkan adalah dia melakukan pembiaran masjid digunakan sebagai tempat kempanye, ide keblinger Eep Saefullah Fattah.

Maka sejak awal memerintah Presiden Jokowi tidak memberikan kewenangan sama sekali buat JK. JK hanya sebagai ban serep sebenarnya, persis seperti masa para wapres eyang saya Presiden Soeharto. Ini yang kadang membuat dia marah dan blingsatan bermanuver di luar. Presiden Jokowi tahu dan paham cara menjinakkannya.

Golkar. Partai ini memiliki motivasi selalu menempel ke kekuasaan. Maka dalam mendukung Presiden Jokowi pun, dukungan Golkar adalah cara menyelamatkan diri dengan bermain di dua kaki. Secara formal mendukung Jokowi, namun ketika Jokowi kalah akan ditinggalkan.

Golkar hanya melakukan testing the water dan tidak 100% akan mendukung Jokowi di 2019. Jika ada perubahan politik, maka Golkar akan dengan ringan berpindah mendukung calon lain.

Untuk itu, maka Presiden Jokowi tidak main-main untuk bertindak tegas dengan menghantam dan menyingkirkan Setya Novanto. Ini langkah pengamanan mutlak agar sikap Golkar seperti di Pilkada DKI 2017 tidak terulang di 2019. Saat itu, Golkar resmi mendukung Ahok, namun dalam kenyataannya, Abu Rizal Bakrie dan semua sumber daya dan dana diarahkan ke Anies oleh Erwin dan Aksa Mahmud, orang JK dan Golkar.

Kerapuhan Prabowo

Prabowo sebenarnya terlalu dibesar-besarkan ketokohannya. Yang menyebutnya sebagai penantang terkuat Presiden Jokowi pun hanya survei yang menjangkau perkotaan. Yang di pedesaan terpecah menjadi dua. Melek politik dan apolitik.

Bukti rapuhnya Prabowo adalah selalu terbakar dalam setiap peristiwa politik. Dalam setiap kesempatan, jika kepentingannya terusik, maka muncul sikap aslinya: berteriak. Pun jika mengalami kebahagiaan,misalnya peristiwa kemenangan Anies-Sandi dianggap kemenangan besar dirinya. Padahal kemenangan di Pilkada DKI dilakukan dengan kampanye memecah-belah penuh SARA.

Kerapuhan itu muncul ketika Perppu ormas dan UU Pilpres yang merugikan skenario pencalonan pecah-belah melawan Presiden Jokowi gagal total. Rancangan awalnya jika presidential threshold NOL adalah Prabowo maju, Agus nyapres. Para pendampingnya cawapres bisa Gatot Nurmantyo, bisa Sohibul PKS. Bahkan skenario paling top adalah Prabowo-Agus, dan Gatot-Sohibul.

Dengan ketiga calon yakni, Jokowi, Prabowo, dan Agus, diharapkan terjadi peristiwa seperti Pilkada DKI. Cara dan metoda kampanye sama: SARA, memecah-belah, dan merusak kesatuan masyarakat. Itu demokrasi menurut SBY dan Prabowo.

Sebenarnya, Prabowo bukanlah seorang demokrat, bukan penganut demokrasi. Baginya, demokrasi adalah kemenangan dirinya, keuntungan buat dirinya, kebaikan buat dirinya, dukungan buat dirinya. Contoh yang menguntungkan adalah UU MD 3. Maka ketika proses di DPR kalah soal UU Pilpres 2019 nanti, serta-merta dia menyebut tidak demokratis, tidak mau terlibat, menyebutnya sebagai lelucon. Demokrasi banginya adalah ketika dia dan partainya menang di DPR dan pilkada atau pilpres.

Kerapuhan SBY

SBY. Nah manusia yang satu ini tidak perlu banyak diulas. Terpenting adalah manusia ini adalah sosok yang paling berbahaya bagi demokrasi di Indonesia. SBY inilah yang ingin pilgub dan pilkada kota dan kabupaten dipillih oleh para anggota DPRD. UU MD 3 juga rancangan dirinya. Pikiran dan otaknya kebanyakan hanya menghitung keuntungan bagi dirinya, untuk partainya, untuk golongannya, dan untuk keluarganya. Makanya Partai Demokrat dianggap sebagai perusahaan pribadinya.

Nah, sikap yang tidak jelas, peragu ini ditambah dengan karakter pengecutnya. Dia tidak berani menyebut nama biasanya. Beraninya menyindir. Tidak langsung menyebut Presiden Jokowi, misalnya dalam hal abuse of power. Dia menyebut pemerintah. Itu alat untuk ngeles.

Sikap itu masih ditambah lagi dengan culas dan tegaan. Keculasan SBY terbukti dengan memanfaatkan para orang di sekelilingnya untuk bekerja demi Demokrat. Mereka mengunpulkan uang untuk partai, membesarkan partai. Namun dengan teganya mereka dijebloskan ke bui.

Karenanya, dalam skenario SBY, Agus harus nyapres di 2019. Syaratnya UU Pilpres PT harus NOL. Soalnya partainya tidak bisa mengusung sendirian, harus berkoalisi. Dengan PAN berkoalisi tak sampai. Pupus sudah maju sendiri. Kecewa dan marah. Nuduh macem-macem.

Padahal sesuai rancangan mirip Pilkada DKI 2017, Gerindra dan Demokrat memajukan capres sendiri dulu. Putaran kedua mereka berkoalisi. Hingga akhirnya Jokowi kalah. Itu rancangan mereka. PT 20-25% maka plan A gagal total.

Kerapuhan Golkar

Golkar. Golkar memiliki kerapuhan karena dikuasai oleh Aburizal Bakrie dan Setya Novanto. ARB ini menggalang arah politik sendiri. Kekuatan Setya Novanto digerogoti. Sejatinya ARB tidak rela posisinya diambil olehnya. Hanya ada 2 orang berpengaruh di Golkar, selain ARB, Setya Novanto dan Jusuf Kalla. Sementara faksi lain dikuasai oleh Jenderal Luhut Pandjaitan yang mendukung Presiden Jokowi.

Golkar pecah menjadi (1) faksi ARB-JK, (2) faksi Setya Novanto, (3) faksi Muda dan LBP, membuat posisi Golkar sebenarnya sangat rapuh. Fakta ini memaksa bahwa dukungan Golkar tidak akan sepenuhnya membuat peta politik menguntungkan Presiden Jokowi. Hanya LBP saja yang bisa dipercaya sepenuhnya oleh Presiden Jokowi.

Susi Pudjiastuti, Sri Mulyani atau Gatot atau Moeldoko Cawapres Jokowi 2019

Melihat peta kekuatan politik di atas, sesungguhnya Presiden Jokowi hanya memerhitungkan dukungan pemilih dalam menentukan cawapresnya. Maka popularitas Presiden Jokowi dan hasil kinerja, serta strategi kampanye yang tepat sejak saat ini, akan menjadi penentu keputusan menunjuk cawapres.

Dalam pilpres yang serentak dengan pileg, maka hanya popularitas dan kinerja yang didukung oleh rakyat yang menentukan. Parpol akan sangat tergantung dengan lobby untuk menentukan capres kompromi – dengan tidak menunjuk orang partai. Maka pilihannya ada pada Presiden Jokowi.

Dilihat pertarungannya, maka pertimbagan militer menjadi menentukan. Jika rakyat menghendaki cawapres militer maka pilihan ada pada beberapa jenderal TNI. Jenderal Moeldoko dan Jenderal Gatot Nurmantyo. (Ini untuk mengimbangi gagah-gagahannya Prabowo yang sok ala militer padahal dia sudah dipecat dari militer. Agus pun bukan militer karena mengundurkan diri. Pangkat keduanya sudah dicopot.)

Pilihan Jenderal Moedoko dan Jenderal Gatot ini sekaligus sebagai pilihan cerdas memasang jerat. Jika Gatot maju bersama AHY, maka Moeldoko akan maju sebagai wapres Jokowi. Namun jika tidak, pilihan menjadi cair yakni Sri Mulyani atau Susi Pudjiastuti.

Memang dari sisi dukungan politik, Susi dan SMI tidak tampak nyata. Namun melihat catatan brilian dan kampanye yang tepat, pilihan Presiden Jokowi menunjuk Susi atau SMI akan menyulitkan serangan para lawan politik baik Prabowo, SBY, bahkan Golkar dan JK.


Ingat Presiden Jokowi adalah seorang maverick. He is a maverick yang susah ditebak insting politiknya yang luar biasa. Jadi Susi Pudjiastuti, Sri Mulyani Indrawati, Jenderal Gatot Nurmantyo, atau Jenderal Moeldoko bisa menghempaskan semua rancangan Prabowo, SBY, JK, dan Golkar. Salam bahagia ala saya.



loading...

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.