2009 Kalah, 2014 Kalah, Apakah Membuat Prabowo Frustasi Hingga Sebut PT 20% Lelucon Politik?
loading...
Meski diwarnai aksi walk out dari Fraksi Demokrat, Gerindra, PKS, serta fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu akhirnya resmi disahkan dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI (Jumat, 21/7).
Rapat paripurna yang sekiranya dipimpin Fadli Zon namun kemudian digantikan oleh Ketua DPR Setya Novanto karena Fadli Zon ikut walk out bersama fraksinya itupun memutuskan RUU Pemilu dengan presidential threshold (PT) 20% kursi di DPR.
“Dengan ini diputuskan hasil RUU pemilu mengambil paket A minus 1. Apakah dapat disetujui?” tanya Novanto dari mimbar paripurna, Jumat (21/7/2017).
“Setuju….” jawab anggota di sidang paripurna.
Berikut isi paket A: (1) Presidential threshold: 20-25 persen, (2) Parliamentary threshold: 4 persen, (3) Sistem Pemilu: terbuka, (4) Dapil magnitude DPR: 3-10, (5) Metode konversi suara: sainte lague murni.
“Apakah RUU Pemilu dapat disahkan jadi UU?” tanya Novanto.
“Setuju!” jawab anggota.
Namun sayangnya, Keputusan rapat paripurna DPR RI yang mengesahkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen sebagai syarat mengajukan calon Presiden untuk Pemilu tahun 2019 mendatang itu rupanya membuat banyak pihak kecewa, panik, naik tensi, dan mungkin juga stres.
Salah satu orang yang paling terlihat jelas menunjukkan rasa kecewanya kepada publik adalah Prabowo Subianto. Ketua Umum Partai Gerindra itu bahkan menilai ambang batas 20 persen untuk mencalonkan Presiden adalah sebuah lelucon politik.
“Presidential threshold 20 persen, menurut kami, adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia,” ujar Prabowo usai bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kediaman SBY, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/7/2017) malam.
Pertanyaannya, Apakah ini karena pada Pilpres 2009 dan 2014 Prabowo kalah sehingga membuat Prabowo Frustasi sampai-sampai menyebut PT 20% lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia? Wong faktanya pada saat Pilpres tahun 2009 dan tahun 2014 Presidential threshold yang dipakai juga jg 20 % kok. Jadi kenapa ujuk-ujuk untuk tahun 2019 malah dibilang lelucon? Aneh bukan?
Tapi meskipun Prabowo sudah mengatakan Presidential threshold 20 persen adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia, kita tidak perlu terlalu menanggapinya.
Jadi Kita maklumi sajalah. Bisa dibilang, wajar saja sebenarnya kalau Prabowo Subianto adalah yang paling terekspos rasa kecewanya di mata publik. Pasalnya, sudah dua kali Prabowo kalah dalam pertarungan untuk menggapai singgasana Kepresidenan. Mungkin juga karena tidak ingin kalah untuk yang ketiga kalinya.
Ya, dengan rasa kecewa Prabowo yang sampai mengemuka ke publik tersebut, anggap saja ini membuktikan bahwa Prabowo sudah pesimis untuk bisa ikut kembali dalam pertarungan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Apakah benar demikian? Tentu hanya Pak Prabowo yang bisa menjawabnya.
Di pihak lain, SBY mungkin juga merasakan hal yang sama seperti Prabowo. Sampai-sampai kedua mantan Jenderal ini harus bertemu. Tapi mungkin masih lebih mendingan SBY dibanding Prabowo, karena SBY sudah pernah menikmati 2 periode sebagai Presiden dan juga sempat menikmati kemenangan dengan Presidential threshold 20 persen di tahun 2009. Hanya saja SBY juga mungkin agak sedikit kebingungan ketika ingin mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ataupun Ibu Ani Yudhoyono di tahun 2019 dengan Presidential threshold 20-25 persen yang terbilang sangat sulit diraih jika mengacu pada konstelasi politik saat ini.
Dengan kondisi politik yang kembang-kempis saat ini, bagi Demokrat, Gerindra, PKS, PAN serta partai-partai gurem lainnya tentu sangat ingin kalau Presidential threshold itu 0 persen saja. Ini tentu akan menguntungkan bagi mereka terkhususnya mereka-mereka yang sudah terbaca sangat berniat mencalonkan diri di Pilpres 2019. Kita tahulah siapa-siapa yang getol ingin mencalonkan diri dan siapa-siapa yang ingin mencalonkan keluarganya. Apalagi bagi Prabowo yang sudah gagal dua kali dalam pertarungan Pilpres tentu sangat ingin maju kembali.
Namun keinginan segelintir orang yang hanya ingin ikut Pilpres tanpa modal Presidential threshold tentu untuk saat ini belum bisa diakomodir.
Hal ini dikarenakan Presidential threshold 0% rentan membuahkan masalah yang kompleks dalam percaturan politik nasional ke depannya. Sebagian dari masalah yang kemungkinan timbul dari penerapan Presidential threshold 0% itu juga sudah dijelaskan oleh Presiden Joko Widodo.
Jadi, lebih baik kita mendengarkan apa yang sudah dikatakan oleh Presiden Jokowi. Soal Presidential threshold mau digugat itu urusan lain. Silakan berusaha menggugat dan mengikuti mekanisme hukum yang berlaku.
Politik itu memang dinamis. Namun menurut saya Presidential threshold 0 persen masih belum tepat dipergunakan untuk Pemilu tahun 2019 mendantang. Sebaliknya, Presidential threshold 20 persenlah yang lebih realistis dan lebih relevan untuk digunakan untuk Pilpres tahun 2019.
Begitulah seharusnya.
loading...
Tidak ada komentar: