Gerindra Mewek Ajak Boikot Pilpres 2019, Ngaku Kalah Sebelum Bertanding Ya?

loading...




Waduh, tepuk jidat lagi. Padahal Pilpres 2019 masih cukup lama, tapi aromanya perlahan tapi pasti mulai tercium. Awal dari semua ini ditandai dengan disahkannya UU pemilu yang menggunakan presidential threshold 20 persen suara DPR dan 25 persen suara nasional, akan tetapi tidak disetujui oleh 4 partai yaitu Demokrat, PAN, PKS dan Gerindra. 4 partai ini pula yang walkout saat pengambilan voting.

Hasil ini membuat beberapa pihak kepanasan. Satu partai yang sepertinya makin gelisah, gerah dan tidak nyaman adalah Gerindra. Karena siapa lagi kalau bukan Prabowo. Memangnya kenapa dengan Prabowo? Dia ini termasuk yang masih semangat untuk mencalonkan diri jadi capres. Bahkan ambisinya kian terlihat jelas belakangan ini apalagi setelah kemenangan Anies-Sandi.

Ketidakberhasilan Gerindra memperjuangkan presidential threshold 0 persen, sepertinya mengancam posisi Prabowo, bahkan ada kabar yang mengatakan Prabowo terancam gagal mencalonkan kembali. Pantas saja pada kebakaran jenggot. Padahal menurut saya, masih ada peluang kok. Mereka hanya bermain peran sebagai victim yang dizalimi oleh pemerintah, padahal kan presidential threshold 20 persen sudah ada sebelumnya. Pemerintah digambarkan sebagai haus kekuasaan, mau menang mutlak, melakukan konspirasi busuk untuk menjadikan Jokowi calon tunggal. Hmmm, terserah apa mau dikata deh!

Kegalauan Gerindra tidak berhenti sampai di sini. Jurus terakhir yang mungkin akan dilakukan untuk membatalkan UU ini adalah secara konstitusional yaitu judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dan muncullah pahlawan kesiangan yaitu Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Puyuono. Dia menduga MK akan menolak gugatan tersebut, dan sebagai gantinya malah mengimbau kepada seluruh masyarakat agar memboikot pilpres 2019 jika gugatan ditolak.

Mewek dah, sampai harus mengancam boikot segala. Yakin seluruh masyarakat akan mendengar kata orang ini? Ada sih, paling ya kelompok sebelah yang titik titik. Saya yakin mayoritas tidak akan menggubris perkataan orang ini. Lagian boikot pemilu tak segampang boikot produk roti yang dilakukan alumni 212, itu pun tak ada hasilnya. Ini malah ancam boikot pemilu, sebuah tindakan tidak jantan dalam menyikapi harapan yang tidak sesuai kenyataan. Masa semua harus sesuai harapan, dan kalau harapan tidak sesuai, malah main ancam? Come on.

Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menyayangkan pernyataan Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono, yang menyerukan untuk memboikot Pilpres) 2019. “Ini patut disesalkan, sebab pernyataan itu bukan pendidikan politik yang baik buat rakyat,” kata Hendri kepada JPNN.com. “Pernyataan ini seperti ungkapan menyerah sebelum bertanding dari Gerindra. Mungkin ada maksud lain dari pernyataan ini,” tuturnya.

Setuju sekali, mereka bukan hanya terlihat hampir menyerah, tapi juga pusing 7 keliling entah mau melakukan apa lagi. Harapan mereka tinggal judicial review sambil menunggu dengan harap-harap cemas keputusan MK. kalau MK pun menolak, game over, salam dua jari, eh gigit jari. Dan ini juga menunjukkan dengan jelas kalau Prabowo masih sangat berniat untuk mencalonkan diri kembali. Kalau tidak, Gerindra takkan seperti cacing kepanasan tiap kali mengungkit UU Pemilu.

Seperti yang saya katakan, Prabowo masih ada peluang kalau menjalin koalisi dengan PAN dan PKS. Saya rasa itu sudah cukup. Demokrat kadang tak bisa dirangkul karena sering netral dan memilih bergerak sendiri. Masalahnya kalau salah satu di antara PAN atau PKS memilih pisah, tamatlah perjuangan Prabowo. Peluang makin kecil bahkan tak ada. Mungkin ini yang sangat ditakutkan Gerindra karena politik itu dinamis, siapa yang bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Saya rasa Prabowo juga tak ingin kejadian tahun 2009 terulang, di mana partai tak cukup suara sehingga memilih jadi cawapres bersama Megawati.

Seruan boikot pemilu adalah tindakan yang bisa dibilang tidak berjiwa besar. Ibarat ikut dalam perlombaan balap Moto GP, lalu merasa peluang menang sangat tipis sehingga memilih boikot dan meminta penonton ikut boikot. Maunya hanya menang, tak mau kalah. Kalau kalah ya kalahlah secara sportif. Ingat tuh Ahok kan mantan kader Gerindra. Diserang lewat isu SARA, kalah Pilkada dan tetap terima kenyataan dan mengaku kalah. Ahok tidak mewek nangis bombay terguling-guling dan merengek minta boikot Pilkada. Kalah ya kalah aja. Ngapain bersikap dengki dengan ajak-ajak boikot?

Bagaimana menurut Anda?



loading...

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.