Biadab! Santri Disuruh Jalan Kaki Ciamis-Jakarta untuk Demo Ahok
loading...
Santri adalah pelajar yang menetap di pesantren. Tujuan mereka menjadi santri adalah belajar ilmu agama dan umum. Rata-rata usia santri di bawah 20 tahun. Saya pernah menjadi santri di salah satu pesantren di Indonesia. Pernah beberapa kali mengajar di pesantren berbeda kota.
Dari sepanjang pengalaman saya menjadi santri, tidak pernah sedikitpun kyai berbicara tentang politik. Bahkan santri dilarang mengenakan kaos-kaos partai. Kyai tak pernah membicarakan apapun terkait negara ini kecuali tentang cerita sejarah, khas dan identitas masing-masing daerah. Tak pernah sedikitpun kyai menyinggung soal kinerja Presiden, apalagi Bupati setempat. Meskipun saat itu bupati di daerah saya terkenal paling tidak melakukan apa-apa. Itu kyai saya di pesantren yang terletak di ujung timur pulau Madura. Salah satu pesantren tertua dan terbaik di Indonesia saat ini.
Saya terdidik di lingkungan pesantren yang tidak pernah membahas tentang pejabat negara. Sekalipun ada lomba debat, yang kami bahas adalah persoalan sosial budaya dalam pepatah-pepatah arab. Apakah relevan dengan kehidupan di Indonesia atau tidak? Saat lomba pidato, bahasan yang ada hanyalah tentang menuntut ilmu, sopan pada guru, orang tua dan seputar semangat bergotong royong.
Tapi ketika saya dikirim ke sekitar Jakarta (untuk mengajar), saya baru tau kalau sebagian sekolah atau pesantren memang kerap memiliki warna bendera fanatik. Semakin banyak golongan guru di sebuah pesantren tersebut, semakin jelas lah ke mana arah politiknya. Suatu kesempatan ada guru yang menggunakan fasilitas sekolah untuk kepentingan partai politik. Jadi mereka berkumpul di sekolah untuk membahas konsulidasi antar kader partai.
Pengalaman ini saya dapat 8 tahun yang lalu dan masih saya ingat sampai sekarang. Saya ingat betul sebab sempat berkomunikasi sangat intens dengan kyai di Madura terkait sistem dan doktrin yang tidak bisa saya terima pada saat itu.
Sekarang, setelah 8 tahun berlalu, saya memang jarang masuk ke lingkungan pesantren. Hanya sebatas sowan atau ziarah. Tidak lagi hidup di lingkungan pesantren. Kalaupun mendengar informasi, sebatas mendengar saja. Tidak sampai berpikir keras atau protes.
Tapi hari ini saya sedang berpikir keras saat melihat santri asal Ciamis yang diajak jalan kaki ke Jakarta untuk ikut terlibat dalam aksi 2 Desember. Mereka berjalan kaki karena tak ada bus yang mau memfasilitasi mereka.
Saya benar-benar terhenyak. Sadis sekali pimpinan pesantren ini. Seumur-umur saya tak pernah disuruh kyai untuk mengikuti perintah yang sangat tidak manusiawi seperti ini. Ciamis ke Jakarta bukan jarak yang dekat, jauh sekali. Sekitar 200 kilometer. Kyai macam apa yang menyuruh santrinya untuk jalan kaki sejauh itu? Oh maaf, gelar kyai pasti terlalu agung untuk disematkan pada pimpinan pesantren itu. Demi Allah terlalu agung.
Saya kehabisan kata-kata untuk menjuluki pimpinan pesantren ini sebagai makhluk apa. Bagaimana bisa seorang pimpinan pesantren bertindak dan memberi instruksi sejahat itu? Jangankan bergelar ustad atau kyai, untuk disebut manusia biasa saja sudah tidak pantas sama sekali.
Sekarang pembaca seword coba bayangkan anak kalian ada di pesantren tersebut. Kemudian mereka disuruh jalan kaki ke Jakarta. Sebagai orang tua, apakah yang kalian rasakan jika anak anda diperlakukan seperti itu? Jangankan pimpinan pesantren, kita sendiri yang mengasuh dari kecil dan melahirkan, tak akan sudi membiarkan anak-anak kita jalan kaki ratusan kilometer, sekalipun itu tujuannya baik.
Coba saya tantang kalian para orang tua. Semisal anak anda mau wisata atau ziarah ke makam wali, tapi kalian tak punya ongkos untuk membiayai sang anak. Apa yang akan kalian lakukan? Pasti akan cari pinjaman sampai dapat. Sampai dapat. Tidak bisa tidak. Jika tidak ada yang meminjami, kita pasti tak akan sudi membiarkan anak kita jalan kaki sejauh itu.
Tapi ketika anak-anak kita kirim ke pesantren dengan tujuan mendapat pelajaran agama yang baik, lebih dalam dan sopan, malah diperlakukan jauh lebih buruk dari binatang. Bayangkan, sapi dan kambingpun kita angkut pakai kendaraan. Ini anak manusia, santri yang harusnya belajar agama, disuruh jalan kaki ke Jakarta. Edan!
Sebagai orang yang pernah menjadi santri selama 6 tahun dan pernah mengajar di beberapa pesantren, demi Allah saya mengutuk pimpinan pesantren yang menginstruksikan ataupun memberi ijin santrinya untuk jalan kaki dari Ciamis ke Jakarta. Demi Allah itu perbuatan yang sangat biadab, tidak manusiawi.
Untuk itu pemerintah melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak harus menindak pimpinan pesantren dan siapapun yang memiliki ide jalan kaki ini. Mereka harus diantar ke rumah sakit jiwa untuk tes kesehatannya, saya yakin ada yang bermasalah dengan otaknya.
Menyuruh santri berjalan kaki dari Ciamis ke Jakarta bukanlah perilaku manusia normal. Jika kita marah dengan pelecehan seksual terhadap anak, kita juga harus marah dengan mereka yang menyuruh jalan kaki sepanjang ratusan kilometer.
Sementara buat orang-orang tua yang merasa anaknya berada di pesantren yang saya maksud ini, harap segera mencari pesantren lain saja. Pesantren yang mengajak santrinya berdemo, apalagi jalan kaki sejauh ratusan kilometer, dapat dipastikan bukan pesantren yang benar untuk tempat menuntut ilmu. Ini pasti. Sebab pesantren bukanlah tempat untuk mengajarkan santrinya berdemo. Pesantren adalah tempat mengaji dan belajar kitab-kitab, dari Alquran, hadits sampai kitab kuning.
Terakhir, terlepas dari fakta bahwa para rombongan santri ini tidak sampai ke Jakarta, sebab mereka kelelahan dan balik pulang menggunakan angkot, namun penindakan terhadap pimpinan pesantren dan inisiator demo wajib dilakukan. Ini kasus pelecehan terhadap santri dan anak-anak. Ini pelanggaran sangat serius dan tidak manusiawi.
Selepas membaca artikel ini, saya tak peduli anda mau menyebut saya kafir, liberal, yahudi dan sebagainya. Sebab anda cukup jadi manusia dan memiliki hati untuk setuju dengan artikel ini dan ikut mengutuk pelaku yang berlindung di balik jubah agama namun melakukan pelecehan terhadap santri dan anak-anak. Ini pelecehan yang luar biasa.
Begitulah kura-kura.
loading...
Tidak ada komentar: